Penipuan terhadap pengemudi ojek online kembali terjadi dengan modus yang semakin canggih dan meyakinkan. Kali ini, pelaku memanfaatkan skenario order fiktif, lalu menghubungi mitra driver dengan mengaku sebagai perwakilan resmi perusahaan ojek online, dan berpura-pura ingin mengamankan saldo mitra dengan meminta kode OTP.
Modus ini dimulai ketika seorang driver menerima pesanan fiktif—baik dalam bentuk makanan, antar barang, maupun transportasi penumpang. Setelah driver menerima dan mencoba menyelesaikan order, pesanan tiba-tiba dibatalkan atau tidak dapat dilanjutkan karena alamat tujuan tidak valid.
Beberapa menit kemudian, driver mendapat telepon dari nomor tak dikenal. Penelepon mengaku sebagai petugas dari perusahaan ojek online dan menginformasikan bahwa akun mitra terdeteksi mengalami aktivitas mencurigakan. Untuk “mengamankan saldo” dan mencegah pemblokiran akun, korban diminta segera memberikan kode OTP yang masuk ke ponsel.
Tanpa curiga, driver yang khawatir kehilangan saldo atau akun langsung mengirimkan kode OTP yang baru saja diterima melalui SMS. Padahal, kode tersebut sebenarnya digunakan pelaku untuk mengakses akun dan memindahkan saldo ke rekening lain, atau bahkan mengambil alih seluruh akun mitra.
Beberapa menit kemudian, saldo dompet digital milik korban tiba-tiba kosong. Dalam beberapa kasus, akun driver juga langsung logout dari aplikasi dan tidak bisa diakses kembali. Pelaku biasanya langsung memblokir semua komunikasi, membuat korban kesulitan untuk menghubungi kembali.
Kasus seperti ini menunjukkan betapa pentingnya edukasi digital bagi para pekerja di sektor informal, khususnya mitra ojek online yang sangat rentan terhadap manipulasi teknis dan sosial (social engineering). Perusahaan transportasi digital pun secara berkala telah mengingatkan bahwa kode OTP bersifat rahasia dan tidak boleh diberikan kepada siapa pun, termasuk petugas resmi.
Pakar keamanan siber menyebutkan bahwa pelaku penipuan saat ini sudah semakin profesional dalam menciptakan situasi darurat palsu untuk memancing respons emosional korban. Ketika seseorang panik, mereka cenderung tidak berpikir logis dan lebih mudah dimanipulasi.
Pihak berwenang mengimbau masyarakat, khususnya mitra ojek online, untuk selalu waspada terhadap panggilan atau pesan mencurigakan, terutama yang meminta data pribadi seperti kode OTP, PIN, atau akses login. Perusahaan resmi tidak pernah meminta informasi tersebut melalui telepon.
Jika mengalami kejadian serupa, korban disarankan segera melapor ke pusat bantuan aplikasi, serta membuat laporan ke polisi dan Kominfo agar nomor pelaku bisa dilacak dan diblokir. Selain itu, mitra juga bisa meminta pendampingan dari komunitas pengemudi untuk membantu proses pelaporan.
Penipuan digital berbasis OTP ini semakin marak seiring meningkatnya penggunaan teknologi di sektor transportasi daring. Literasi digital yang baik serta kewaspadaan terhadap skenario mencurigakan menjadi kunci untuk menghindari jebakan penipuan online yang merugikan secara finansial maupun emosional.