Example floating
Example floating
Example 728x250
Sosial dan UmumSPKT

Pinjaman Online Berkedok Bantuan Sosial

5
×

Pinjaman Online Berkedok Bantuan Sosial

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu, bantuan sosial menjadi harapan bagi banyak masyarakat yang mengalami tekanan finansial. Namun di balik upaya pemerintah dan lembaga sosial untuk menyalurkan bantuan, muncul praktik penipuan baru yang sangat membahayakan, yaitu pinjaman online ilegal yang menyamar sebagai program bantuan sosial.

Modus ini memanfaatkan kelemahan sistem informasi publik dan keterbatasan literasi digital masyarakat. Pelaku menyebarkan informasi melalui media sosial, grup pesan instan, atau iklan online yang mengaku sebagai perwakilan dari lembaga resmi. Mereka menggunakan istilah yang familier seperti “Bansos Digital”, “Dana Kompensasi Pemerintah”, atau “Subsidi UMKM”, lengkap dengan logo instansi pemerintah yang dipalsukan. Tujuannya satu—membuat korban percaya bahwa yang mereka terima adalah bantuan, bukan pinjaman.

CALL CENTER
Example 300x600
Kapolres Pangandaran

Korban biasanya diarahkan untuk mengunduh aplikasi tertentu atau mengisi formulir daring yang meminta data pribadi seperti KTP, nomor rekening, hingga akses ke kontak telepon. Setelah proses verifikasi semu, mereka dikabarkan telah “menerima bantuan” sejumlah uang yang langsung ditransfer ke rekening atau aplikasi e-wallet mereka. Namun, dalam beberapa hari kemudian, korban akan dihubungi dan ditagih karena ternyata dana tersebut adalah pinjaman berbunga tinggi, bukan bantuan hibah seperti yang dijanjikan.

Penipuan ini sangat berbahaya karena menyusup secara halus ke dalam kebutuhan dasar masyarakat. Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka telah menandatangani persetujuan digital untuk menerima pinjaman. Dalam tekanan ekonomi, segala informasi yang terdengar seperti solusi langsung akan diterima tanpa sempat dicek ulang keasliannya. Inilah yang dimanfaatkan pelaku untuk menjerat korban.

Dampak dari praktik ini sangat serius. Korban yang tidak mampu membayar tagihan akan terus dikejar oleh debt collector dari pinjol ilegal, seringkali dengan cara-cara kasar, intimidatif, bahkan menyebarkan data pribadi ke publik sebagai bentuk tekanan psikologis. Tidak sedikit korban yang akhirnya jatuh ke lingkaran pinjaman baru untuk menutup utang sebelumnya, menciptakan siklus jerat utang yang sulit keluar. Masalah yang awalnya bermula dari ketidaktahuan, bisa berakhir dengan stres berat, kehilangan pekerjaan, bahkan kehancuran rumah tangga.

Selain kerugian individu, penipuan berkedok bantuan sosial juga merusak kredibilitas program pemerintah yang sah. Masyarakat yang sudah pernah tertipu akan lebih ragu menerima bantuan dari saluran resmi, bahkan cenderung menolak karena trauma. Ini menghambat distribusi bansos yang sesungguhnya, dan merugikan kelompok rentan yang paling membutuhkan.

Agar terhindar dari penipuan seperti ini, penting bagi masyarakat untuk memahami perbedaan antara bantuan sosial dan pinjaman daring. Bantuan sosial sejati tidak pernah meminta pembayaran kembali, tidak mengharuskan instalasi aplikasi pinjaman, dan tidak meminta akses ke data pribadi secara masif. Jika ada pihak yang mengatasnamakan bantuan tapi kemudian menagih, itu hampir bisa dipastikan adalah penipuan berkedok pinjol ilegal.

Pemerintah dan lembaga resmi harus terus mengintensifkan edukasi masyarakat tentang ciri-ciri pinjaman ilegal, serta menyediakan kanal informasi dan pengaduan yang mudah diakses. Penggunaan saluran resmi seperti website kementerian, aplikasi pemerintah, dan posko layanan masyarakat harus diperluas agar tidak mudah ditiru oleh pihak tak bertanggung jawab.

Kita semua punya peran untuk mewaspadai, melaporkan, dan menyebarkan informasi yang benar. Jangan biarkan krisis dimanfaatkan oleh oknum yang mengubah bantuan menjadi beban. Waspadai segala bentuk janji bantuan yang tidak melalui saluran resmi, dan lindungi diri serta keluarga dari jerat utang berkedok kepedulian.

Example 468x60
Example 120x600
Example 468x60

Komentar