Example floating
Example floating
Example 728x250
Sosial dan UmumSPKT

Minta Ditalangi Dulu, Penipuan Lewat Rasa Percaya

14
×

Minta Ditalangi Dulu, Penipuan Lewat Rasa Percaya

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Salah satu kekuatan terbesar dalam hubungan antar manusia adalah kepercayaan. Sayangnya, kekuatan ini juga bisa menjadi kelemahan saat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Salah satu modus penipuan yang semakin sering ditemukan adalah memanfaatkan rasa percaya untuk meminta bantuan uang dengan alasan “nanti diganti” atau “minta ditalangi dulu”. Dengan kata-kata manis dan cerita menyentuh, pelaku penipuan menciptakan kesan kedekatan dan kedaruratan demi menguras uang korban.

Modus ini sering kali terjadi dalam ruang-ruang yang tampak aman—keluarga, pertemanan, rekan kerja, bahkan sesama komunitas keagamaan. Pelaku akan berpura-pura menjadi seseorang yang dikenal korban, atau bahkan benar-benar kenal tetapi menggunakan momen krisis sebagai celah untuk memanipulasi. Mereka biasanya mengatakan bahwa mereka sedang berada dalam kesulitan mendesak: tertahan di jalan tol, butuh uang obat anaknya, dompet tertinggal, atau butuh dana cepat untuk transaksi penting.

CALL CENTER
Example 300x600
Kapolres Pangandaran

Kalimat yang sering digunakan tidak jauh dari “Tolong dulu ya, nanti aku ganti sore ini”, atau “Aku tahu ini mendadak, tapi cuma kamu yang bisa bantu aku sekarang”. Pelaku sengaja menekan emosi korban dengan rasa kasihan dan urgensi waktu, hingga korban merasa bersalah jika tidak membantu. Permintaan bantuan ini biasanya berupa transfer ke rekening pribadi, top-up e-wallet, atau bahkan pinjaman langsung dalam bentuk tunai jika lokasi memungkinkan.

Dalam banyak kasus, pelaku menggunakan identitas asli mereka atau menyamar sebagai orang yang dekat dengan korban, baik lewat telepon, pesan teks, atau media sosial. Ada juga yang menggunakan akun yang sudah diretas atau nomor baru tapi berpura-pura “ganti HP”. Karena narasi yang dibangun terdengar sangat pribadi dan meyakinkan, korban tak menyadari bahwa ia sedang menjadi sasaran tipu daya.

Bahaya dari modus ini bukan hanya soal kerugian finansial, tetapi juga rasa kecewa dan trauma karena dikhianati oleh orang yang dipercaya. Banyak korban yang awalnya berpikir bahwa mereka sedang menolong dengan tulus, namun akhirnya merasa dibodohi ketika uang tidak kembali dan pelaku menghilang. Lebih parah lagi, korban kerap enggan melapor karena merasa malu telah tertipu oleh seseorang yang mereka anggap teman atau saudara sendiri.

Untuk menghadapi jenis penipuan ini, masyarakat perlu belajar menyeimbangkan antara rasa percaya dan kehati-hatian. Membantu orang lain memang sebuah perbuatan mulia, tetapi harus disertai dengan logika dan validasi. Ketika ada seseorang yang meminta uang secara mendadak, sangat penting untuk mengecek kebenaran informasi, memastikan identitas pengirim, dan mempertimbangkan apakah situasinya memang masuk akal.

Jangan ragu untuk bertanya ulang secara detail, menelepon balik, atau menunda pengiriman uang jika merasa ada yang janggal. Jika pelaku terlihat terburu-buru, menghindari panggilan, atau mulai menekan secara emosional, itu bisa menjadi tanda bahwa permintaan tersebut tidak tulus. Dalam dunia digital, penipu sangat mahir membangun skenario palsu dengan wajah yang tampak familiar.

Pendidikan literasi digital dan emosional harus ditanamkan sejak dini agar masyarakat tidak mudah terbawa arus empati palsu. Memahami bahwa tidak semua permintaan bantuan adalah bentuk kedekatan sejati, dan bahwa tidak apa-apa untuk berkata “tidak” sampai semua jelas, bisa menjadi benteng yang menyelamatkan.

Karena di era sekarang, kepercayaan adalah hal yang mahal. Dan ketika kepercayaan dimanfaatkan untuk menipu, maka kerusakan yang ditimbulkan bukan hanya soal uang yang hilang, tapi juga luka dalam hubungan antar manusia yang tak mudah dipulihkan.

Example 468x60
Example 120x600
Example 468x60

Komentar