Di era digital, belanja online telah menjadi kebiasaan masyarakat. Kemudahan dalam mengakses berbagai produk hanya dengan sentuhan jari membuat transaksi semakin praktis. Namun, di balik kemudahan itu, muncul ancaman yang tidak kalah besar: pemalsuan website belanja yang tampilannya nyaris identik dengan situs resmi. Banyak pengguna internet terkecoh karena desain, logo, bahkan alamat URL yang hanya berbeda satu atau dua huruf dari situs asli. Tanpa disadari, mereka memasukkan data pribadi, nomor kartu kredit, dan melakukan pembayaran pada situs yang sepenuhnya dikelola oleh pelaku kejahatan.
Modus semacam ini sangat berbahaya karena menyasar rasa percaya dan kelengahan pengguna. Situs palsu sering kali muncul sebagai iklan di media sosial atau hasil pencarian teratas di mesin pencari. Saat calon pembeli tertarik dengan promo menarik, mereka langsung diarahkan untuk melakukan pembayaran tanpa sempat memverifikasi kebenaran situs tersebut. Setelah transaksi dilakukan, barang tak pernah dikirim, dan situs tersebut menghilang begitu saja.
Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, banyak dari situs penipuan ini dilengkapi dengan sistem checkout dan halaman login yang menyerupai aslinya. Saat pengguna mencoba “masuk” dengan akun mereka, semua informasi yang dimasukkan langsung disimpan oleh pelaku. Ini membuka jalan bagi pencurian identitas dan penyalahgunaan akun asli di situs belanja resmi.
Serangan seperti ini tidak hanya merugikan korban dari sisi materi, tapi juga dari segi psikologis. Banyak korban merasa malu, marah, dan kehilangan kepercayaan untuk kembali berbelanja online. Beberapa bahkan menjadi trauma dan enggan menggunakan metode pembayaran digital setelah tertipu.
Upaya penanggulangan perlu melibatkan banyak pihak, mulai dari penyedia layanan internet, platform media sosial, hingga institusi keuangan. Pemerintah pun diharapkan turut aktif dalam memantau dan menindak situs-situs penipuan yang merajalela. Literasi digital menjadi senjata utama untuk mencegah korban baru. Masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk memverifikasi situs, memeriksa URL, dan mengenali tanda-tanda penipuan siber.
Langkah sederhana seperti tidak tergesa-gesa saat belanja online, memastikan situs memiliki sertifikat keamanan (https), serta membandingkan harga dan testimoni dari situs lain dapat membantu menghindari jebakan ini. Selain itu, penting juga untuk tidak tergoda promo yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, karena itu bisa saja hanyalah umpan dari penipu.
Seiring meningkatnya ketergantungan masyarakat pada transaksi daring, kasus semacam ini diprediksi akan terus bermunculan. Maka dari itu, kewaspadaan harus menjadi kebiasaan. Selalu waspada sebelum klik, dan jangan pernah menganggap remeh tampilan sebuah website hanya karena terlihat “resmi”