PANGANDARAN – Penjatuhan hukuman bagi pelaku kejahatan bukan sekadar tindakan administratif, melainkan hasil perdebatan filosofis panjang. Dalam hukum pidana, tujuan pemidanaan dibagi menjadi tiga pilar utama: Teori Absolut (Pembalasan), Teori Relatif (Pencegahan dan Rehabilitasi), dan Teori Gabungan. Pemahaman terhadap ketiganya penting untuk menilai apakah sistem hukum berorientasi pada keadilan masa lalu atau kemanfaatan masa depan.
Teori Absolut atau Teori Pembalasan (Retribution) menegaskan bahwa kejahatan secara moral menuntut hukuman. Hukuman dipandang sebagai pembalasan yang setimpal tanpa mempertimbangkan efek pencegahan atau perbaikan. Bagi teori ini, pidana adalah utang moral yang wajib dibayar oleh pelaku.
Sebaliknya, Teori Relatif (Utilitarian Theory) memandang pidana sebagai sarana mencapai manfaat di masa depan. Teori ini mencakup Pencegahan Umum, yang menggunakan hukuman untuk menakut-nakuti masyarakat agar tidak berbuat jahat, dan Pencegahan Khusus, yang bertujuan mencegah pelaku mengulangi kejahatan. Hukuman dianggap berguna hanya jika membawa efek perbaikan atau pencegahan.
Kini, banyak sistem hukum modern, termasuk Indonesia, menganut Teori Gabungan (Unifikasi) yang menggabungkan keadilan dan kemanfaatan. Pidana harus mengandung unsur pembalasan sebagai dasar hukuman, sekaligus berfungsi untuk pencegahan dan rehabilitasi.
Penerapan teori ini tampak dalam sistem pemasyarakatan Indonesia: hukuman penjara sekaligus menjadi sarana pembalasan dan pembinaan. Karena itu, perdebatan tentang bentuk hukuman ideal—seperti hukuman mati, penjara seumur hidup, atau restitusi—selalu menuntut keseimbangan antara keadilan dan perbaikan pelaku, yang menjadi tantangan utama bagi penegak hukum.
















