PANGANDARAN – Putusan pengadilan tingkat pertama tidak selalu mengakhiri sebuah perkara dalam sistem peradilan Indonesia. Hukum menjamin hak mencari keadilan melalui Upaya Hukum. Secara garis besar, upaya ini terbagi dua: upaya hukum biasa, yaitu Banding dan Kasasi; serta upaya hukum luar biasa, yaitu Peninjauan Kembali (PK). Memahami ketiga mekanisme ini krusial untuk melindungi hak-hak hukum warga negara.
Banding adalah upaya hukum pertama bagi pihak yang tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri. Tujuannya agar perkara diperiksa ulang secara menyeluruh, baik fakta maupun penerapan hukumnya, oleh Pengadilan Tinggi. Pemohon berharap Pengadilan Tinggi membatalkan atau mengubah putusan awal. Upaya ini harus diajukan dalam tenggat waktu yang sudah ditetapkan.
Jika putusan Banding masih merugikan, pihak dapat mengajukan Kasasi. Kasasi adalah upaya hukum biasa terakhir yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA). Berbeda dengan Banding, Kasasi fokus pada aspek penerapan hukum saja (sebagai judex juris). MA memeriksa apakah peraturan dan prosedur hukum telah diterapkan secara tepat, serta apakah hakim telah melampaui kewenangan.
Sementara itu, Peninjauan Kembali (PK) adalah satu-satunya upaya hukum luar biasa. PK diajukan ke MA terhadap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). PK hanya dapat diajukan dengan alasan yang sangat terbatas, seperti adanya bukti baru (novum) yang menentukan, kekeliruan nyata hakim, atau adanya pertentangan putusan. Pengajuan PK tidak menunda eksekusi putusan yang telah inkracht.
Ketiga upaya hukum—Banding, Kasasi, dan PK—ini mencerminkan prinsip kehati-hatian dalam peradilan Indonesia. Mekanisme berlapis ini bertujuan meminimalkan kesalahan dalam penerapan hukum, sehingga dapat menjamin tercapainya keadilan substantif bagi para pencari keadilan di tengah kompleksitas hukum nasional.



 
							













