Fenomena migrasi atau merantau bagi santri yang menuntut ilmu di pesantren sudah menjadi bagian dari tradisi pendidikan Islam di Indonesia. Namun, ada oknum yang memanfaatkan kisah ini untuk melakukan penipuan dengan modus mengaku sebagai santri merantau yang kesulitan dan meminta ongkos pulang. Modus ini memanfaatkan rasa simpati dan kepedulian masyarakat terhadap pelajar yang jauh dari keluarga.
Biasanya, pelaku menghubungi calon korban melalui media sosial, aplikasi pesan instan, atau bahkan telepon. Mereka mengaku sebagai santri yang tengah berada di perantauan, menghadapi kesulitan keuangan, dan sangat membutuhkan bantuan agar dapat pulang ke kampung halaman. Cerita yang dibawakan dibuat sedramatis mungkin, misalnya santri tersebut kehabisan uang, tidak memiliki biaya untuk transportasi, atau sedang sakit sehingga perlu segera kembali.
Seringkali pelaku juga mengirim foto atau video yang tampak seperti suasana pesantren atau potret seorang pemuda yang tampak sederhana untuk memperkuat narasi. Setelah mendapatkan perhatian dan rasa simpati dari korban, mereka kemudian meminta transfer uang dengan alasan mendesak.
Penipuan jenis ini cukup memanfaatkan ikatan emosional dan budaya kekeluargaan di masyarakat. Banyak orang yang merasa terpanggil untuk membantu, terutama jika pesan tersebut datang dari nomor yang mirip dengan kontak lama atau menggunakan bahasa yang terkesan sopan dan penuh hormat.
Untuk menghindari menjadi korban, masyarakat harus:
- Tidak langsung memberikan bantuan tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu.
- Meminta informasi lebih lengkap, seperti nomor telepon pesantren, alamat, atau identitas resmi santri.
- Menghubungi pihak pesantren atau pengurus terkait untuk memastikan kebenaran cerita.
- Waspada terhadap permintaan uang yang datang secara mendadak dan bersifat mendesak.
- Mengedukasi diri dan lingkungan sekitar mengenai modus-modus penipuan yang berkembang.
Merantau untuk menuntut ilmu adalah perjalanan mulia yang patut didukung dengan cara yang benar. Bantuan yang diberikan dengan penuh kehati-hatian akan memastikan niat baik kita sampai pada yang tepat dan tidak menjadi korban tipu daya. Dengan demikian, solidaritas sosial tetap terjaga tanpa mengorbankan keamanan finansial pribadi.