Fenomena belanja online melalui jasa titip atau jastip telah berkembang pesat, terutama di platform media sosial seperti Instagram. Layanan ini memudahkan konsumen untuk mendapatkan produk-produk dari luar negeri atau kota lain yang tidak tersedia di daerah mereka. Namun, bersamaan dengan tren tersebut, muncul pula modifikasi penipuan berbasis jastip yang semakin meresahkan. Banyak konsumen tergiur harga dan penawaran menarik, hanya untuk akhirnya kehilangan uang tanpa pernah menerima barang.
Modus penipuan jastip biasanya dimulai dari akun Instagram yang mengunggah konten menarik: foto produk branded, tiket konser, merchandise eksklusif, atau makanan khas daerah tertentu. Akun tersebut mengaku akan bepergian ke luar negeri atau kota besar, lalu membuka jasa titip bagi siapa pun yang berminat. Desain feed yang rapi, penggunaan emoji yang kekinian, serta pemilihan kata-kata yang ramah dan santai membuat akun tersebut terlihat sangat terpercaya.
Setelah terjadi interaksi, calon pembeli diminta memesan barang lewat direct message (DM) dan menyetorkan sejumlah uang sebagai tanda jadi atau bahkan pembayaran penuh. Janjinya sederhana—barang akan dibelikan saat pemilik akun “pergi”, dan dikirimkan beberapa hari setelah pulang. Namun kenyataan yang terjadi jauh dari harapan.
Setelah pembayaran dilakukan, komunikasi dengan pihak jastip mulai memburuk. Beberapa korban mengaku diblokir, DM diabaikan, atau hanya mendapat balasan otomatis yang tidak jelas. Dalam banyak kasus, barang tidak pernah dikirim. Ada pula pelaku yang mengirimkan barang murah yang tidak sesuai pesanan, lalu menghilang begitu saja.
Yang lebih parah, sebagian penipu menggunakan cara lebih licik: mereka membuat highlight atau story yang berisi testimoni palsu dari pelanggan sebelumnya. Tangkapan layar palsu dari chat, video packing order fiktif, hingga unggahan “resi pengiriman” dibuat sedemikian rupa agar tampak meyakinkan. Bahkan beberapa akun sempat aktif selama berbulan-bulan sebelum akhirnya menipu dalam skala besar dan menutup akun mereka.
Korban dari penipuan ini sangat beragam: mulai dari remaja yang ingin beli album K-pop, ibu rumah tangga yang ingin membeli kosmetik luar negeri, hingga pecinta kuliner yang ingin mencicipi makanan viral dari kota besar. Kerugian yang dialami berkisar dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah, tergantung pada jumlah pesanan yang dilakukan.
Salah satu faktor yang membuat penipuan jastip sulit dilacak adalah karena transaksi dilakukan di luar platform e-commerce resmi. Semua komunikasi berlangsung melalui Instagram atau WhatsApp, dan pembayaran dilakukan ke rekening pribadi yang tidak terlindungi oleh sistem escrow. Dengan demikian, korban tidak memiliki tempat resmi untuk mengajukan komplain atau pengembalian dana.
Untuk mencegah menjadi korban, masyarakat perlu berhati-hati dan melakukan verifikasi menyeluruh sebelum menggunakan jasa titip apa pun. Pastikan akun tersebut memiliki rekam jejak yang panjang, testimoni asli dari pengguna yang bisa diverifikasi, serta data kontak yang jelas. Hindari transaksi dalam jumlah besar dengan akun yang baru dibuat atau tidak memiliki identitas pengelola yang jelas.
Langkah aman lainnya adalah menggunakan sistem pembayaran pihak ketiga atau rekening bersama jika tersedia. Jika jastip berasal dari komunitas atau forum yang memiliki moderator, pastikan ada pengawasan dan sistem penilaian bagi pelaku usaha. Jangan pernah mentransfer uang hanya karena tergiur kata-kata seperti “stok terbatas”, “flash sale”, atau “siapa cepat dia dapat”.
Penting juga untuk tidak sembarangan membagikan data pribadi saat bertransaksi via DM, termasuk alamat rumah, foto KTP, atau kontak keluarga. Data ini bisa disalahgunakan untuk keperluan lain di luar transaksi jastip itu sendiri.
Di tengah maraknya penipuan model baru ini, kesadaran konsumen menjadi garis pertahanan utama. Jangan biarkan keinginan belanja membuat kita melupakan logika dan keamanan. Jika sesuatu terlihat terlalu bagus untuk jadi kenyataan—seperti produk branded dengan harga sangat murah dan layanan jastip super cepat—maka kemungkinan besar itu memang tidak nyata.