Meskipun tergolong modus lama, penipuan lewat SMS “minta pulsa” ternyata masih terus memakan korban di berbagai daerah. Dengan teknik yang sederhana dan pesan singkat, pelaku tetap berhasil meraih keuntungan dari orang-orang yang tergesa-gesa, kurang waspada, atau terlalu percaya tanpa verifikasi. Modus ini mungkin terlihat ketinggalan zaman, namun efektivitasnya justru membuktikan bahwa banyak orang masih belum sepenuhnya siap menghadapi manipulasi digital, sekecil apapun bentuknya.
Pesan penipuan ini biasanya datang secara tiba-tiba, dengan isi seperti: “Ma, tolong isiin pulsa ke nomor ini ya, HP temen lagi dipake,” atau “Tolong kirim pulsa darurat, saya butuh sekarang juga.” Yang menjadi sasaran biasanya adalah orang tua, khususnya ibu-ibu yang belum terbiasa dengan pola komunikasi digital yang aman. Karena pelaku menggunakan sapaan pribadi seperti “Mama”, “Ayah”, atau “Kak”, banyak penerima pesan yang langsung tergerak hati untuk membantu.
Parahnya, beberapa pelaku menyempurnakan aksi mereka dengan menyamar menjadi anak, saudara, atau teman sekolah lama. Dalam beberapa kasus, mereka menyebutkan nama asli orang yang dikenalnya, atau mengirim pesan seolah-olah sedang dalam situasi darurat. Narasi seperti “Saya kena musibah, HP teman dipinjam, tolong bantu dulu” sangat sering digunakan. Tak sedikit korban yang akhirnya mengirimkan pulsa senilai Rp50.000 hingga Rp200.000 tanpa curiga.
Setelah dikirim, nomor tersebut langsung tidak aktif, atau pesan-pesan selanjutnya diabaikan. Ketika korban menghubungi nomor sebenarnya dari orang yang disebut dalam SMS, barulah mereka sadar bahwa telah ditipu. Sayangnya, karena kerugian yang dianggap kecil dan tidak fatal, banyak korban enggan melapor. Inilah yang membuat modus ini terus hidup dan berulang.
Yang harus disadari masyarakat adalah bahwa setiap bentuk manipulasi—besar atau kecil—adalah pintu masuk kejahatan yang lebih luas. Jika pelaku berhasil dalam modus sederhana seperti ini, mereka akan semakin percaya diri untuk melangkah ke modus lain yang lebih kompleks. Bahkan, sejumlah kasus menunjukkan bahwa pelaku yang berhasil mendapatkan respons dari korban akan menyimpannya dalam daftar target untuk penipuan selanjutnya.
Cara pencegahan dari penipuan ini sebenarnya cukup sederhana, yaitu tidak langsung menanggapi pesan dari nomor tidak dikenal. Apapun isi pesannya, jangan lakukan tindakan—terutama mengirim pulsa atau uang—tanpa verifikasi terlebih dahulu. Jika pesan tersebut mengaku sebagai anak atau saudara, segera hubungi nomor asli mereka untuk memastikan. Hindari mengambil keputusan dalam kondisi tergesa, meskipun pesan itu bernuansa mendesak.
Selain itu, penting untuk mengedukasi orang tua dan keluarga mengenai cara mengenali tanda-tanda penipuan. Pengetahuan dasar seperti tidak memberikan pulsa ke nomor yang tidak dikenal, atau mengenali gaya bahasa penipu yang umum, bisa membuat perbedaan besar. Edukasi ini bisa dilakukan dalam obrolan sehari-hari, saat makan malam, atau bahkan lewat grup keluarga di WhatsApp.
Penyedia layanan operator seluler juga memiliki peran penting. Mereka dapat memperkuat sistem pelaporan SMS penipuan, mempermudah pemblokiran nomor, serta mengedukasi pelanggan melalui pesan berkala. Tindakan kolektif dari masyarakat, pemerintah, dan pelaku industri sangat dibutuhkan agar penipuan sederhana seperti ini tidak lagi menjadi ancaman.
Karena pada akhirnya, kesadaran adalah perlindungan terbaik. Jangan biarkan SMS singkat mengendalikan logika dan rasa percaya kita. Waspada terhadap hal-hal yang terlihat kecil adalah langkah awal untuk mencegah kerugian yang lebih besar di masa depan.