Platform TikTok yang awalnya dikenal sebagai aplikasi hiburan, kini telah berkembang menjadi salah satu pusat belanja digital paling populer melalui fitur TikTok Shop. Banyak pengguna tertarik berbelanja di sana karena konten promosi yang menarik, diskon besar-besaran, dan kemudahan transaksi hanya dalam beberapa klik. Namun, di balik kemajuan ini, muncul persoalan yang semakin sering terjadi: penipuan berkedok jualan di TikTok Shop, di mana barang yang dibeli tidak pernah dikirim ke pembeli.
Modus penipuan ini dilakukan dengan memanfaatkan fitur live streaming dan video pendek. Pelaku, yang menyamar sebagai penjual, akan menawarkan produk-produk menarik seperti pakaian, kosmetik, alat rumah tangga, hingga barang elektronik dengan harga sangat murah. Mereka tampil di layar dengan gaya ramah, percaya diri, dan bahkan seolah-olah sedang mengemas barang secara langsung. Suasana ini membuat penonton merasa yakin bahwa toko tersebut benar-benar aktif dan profesional.
Sayangnya, banyak pembeli yang baru menyadari tertipu setelah menunggu berhari-hari bahkan berminggu-minggu tanpa ada kiriman. Saat mencoba menghubungi penjual melalui kolom komentar atau pesan langsung, mereka sering kali diabaikan. Dalam kasus yang lebih ekstrem, akun penjual menghilang dari TikTok, atau memblokir akses pembeli.
Yang membuat penipuan ini makin rumit adalah pelaku sering menggunakan identitas palsu, termasuk alamat pengiriman, nama toko, bahkan nomor resi fiktif yang tampak sah di awal. Mereka juga kadang mengalihkan transaksi keluar dari TikTok Shop dengan alasan tertentu—misalnya, “biar lebih cepat”, “bisa dapat diskon tambahan”, atau “stok terbatas hanya untuk transfer langsung”. Di sinilah banyak korban akhirnya kehilangan hak perlindungan konsumen karena transaksi tidak lagi tercatat secara resmi di sistem TikTok.
Tidak sedikit korban yang mengaku tertarik belanja karena melihat jumlah penonton live yang tinggi atau kolom komentar yang ramai. Tapi ternyata, angka penonton dan komentar itu bisa dimanipulasi menggunakan bot, sehingga menciptakan ilusi popularitas yang menipu. Ini adalah bentuk rekayasa sosial digital yang memanfaatkan kepercayaan pengguna terhadap “keramaian” sebagai indikator kredibilitas.
Dampak dari modus ini tidak hanya sebatas kehilangan uang. Banyak korban merasa kecewa, marah, hingga tidak lagi percaya terhadap sistem belanja digital. Pelajar, ibu rumah tangga, hingga lansia menjadi sasaran empuk karena sering kali mereka belanja berdasarkan emosi sesaat saat melihat promosi menarik, bukan karena benar-benar melakukan perbandingan harga atau mengecek legalitas penjual.
Untuk menghindari penipuan di TikTok Shop, ada beberapa langkah preventif yang sangat penting. Pertama, pastikan hanya bertransaksi melalui fitur resmi TikTok Shop, bukan lewat pesan pribadi atau nomor WhatsApp. Kedua, periksa reputasi toko, termasuk ulasan dan rating produk, serta sudah berapa lama akun tersebut aktif. Toko yang terpercaya biasanya punya interaksi konsisten dan produk yang ditinjau banyak pembeli nyata.
Selain itu, konsumen harus mulai membiasakan diri untuk tidak terburu-buru mengambil keputusan pembelian, terutama jika diiming-imingi promo waktu terbatas yang memaksa segera transfer. Jika sebuah toko atau penjual tampak terlalu memaksa untuk membayar di luar sistem, itu adalah tanda bahaya.
TikTok dan platform e-commerce lainnya juga diharapkan mengambil langkah lebih serius untuk menindak akun-akun penipu. Verifikasi ketat terhadap penjual, pelaporan yang lebih mudah, dan sistem refund yang cepat akan sangat membantu meminimalisir kerugian pengguna.
Penipuan di TikTok Shop adalah peringatan bahwa setiap inovasi digital pasti diikuti oleh oknum yang berniat jahat. Masyarakat harus tetap kritis, teliti, dan jangan hanya percaya pada tampilan luar yang menarik. Karena dalam dunia maya, kenyataan tidak selalu seindah video yang viral.
















