Dalam dunia investasi, hukum paling dasar yang perlu dipahami setiap orang adalah: semakin tinggi potensi keuntungan, semakin besar pula risikonya. Prinsip ini berlaku universal dan menjadi fondasi bagi semua bentuk instrumen investasi yang sah dan transparan. Sayangnya, di tengah rendahnya literasi keuangan dan tingginya keinginan masyarakat untuk cepat kaya, prinsip dasar ini sering kali diabaikan. Celah ini dimanfaatkan oleh para penipu yang menawarkan investasi dengan iming-iming keuntungan tinggi, namun sejatinya hanyalah perangkap yang dirancang untuk menguras harta para korban.
Modus yang digunakan sangat bervariasi. Ada yang mengatasnamakan bisnis trading, cryptocurrency, pertambangan emas, hingga proyek infrastruktur. Penawaran yang disebarkan kerap kali menjanjikan profit tetap harian, mingguan, atau bulanan yang nilainya jauh di atas rata-rata pasar. Misalnya, keuntungan 10% per bulan atau 100% dalam 6 bulan. Di dunia keuangan, angka-angka ini tergolong tidak masuk akal. Tetapi justru karena terlalu menarik, banyak orang yang terjebak dan menaruh uang tanpa berpikir dua kali.
Pelaku penipuan biasanya mengemas produknya secara profesional. Mereka membuat brosur elegan, mengadakan seminar online maupun offline, menghadirkan testimoni fiktif dari orang-orang yang mengaku sudah “sukses”, bahkan menyewa influencer untuk meningkatkan kredibilitas. Tujuan utamanya adalah membangun kepercayaan dan menciptakan kesan bahwa ini adalah peluang langka yang tidak boleh dilewatkan. Tekanan emosional seperti “penawaran terbatas”, “hanya untuk orang terpilih”, atau “yang pertama akan untung paling besar” menjadi taktik psikologis yang sering digunakan.
Bahaya dari penipuan jenis ini tidak hanya pada kerugian finansial, tetapi juga pada kerusakan mental, sosial, dan reputasi korban. Banyak korban yang merasa malu, enggan melapor karena takut dicemooh, atau bahkan menyalahkan diri sendiri. Tidak sedikit pula yang terpaksa meminjam uang, menjual aset, atau menarik dana pensiun untuk menambah investasi, dengan harapan keuntungan besar akan datang. Ketika akhirnya penipuan terungkap, kerugian yang ditanggung bukan hanya materi, tetapi juga rasa percaya terhadap orang lain dan terhadap sistem keuangan secara umum.
Satu hal yang perlu diingat adalah penipuan semacam ini sering dibalut dengan narasi “risiko nol” atau “pasti untung”, padahal dalam dunia investasi sejati, tidak ada jaminan mutlak. Bahkan instrumen yang paling aman sekalipun, seperti deposito, masih memiliki risiko terhadap inflasi atau gagal bayar jika bank bermasalah. Karena itu, setiap penawaran yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan—biasanya memang bukan kenyataan.
Masyarakat harus melatih diri untuk selalu skeptis terhadap tawaran yang terdengar terlalu mudah. Jika ada pihak yang menjanjikan keuntungan tinggi tanpa bisa menjelaskan secara transparan dari mana uang itu berasal, bagaimana bisnisnya berjalan, dan apa legalitasnya, maka itu adalah tanda bahaya. Jangan tertipu oleh penampilan meyakinkan, karena banyak penipu sengaja membangun citra “sukses” di media sosial hanya sebagai topeng untuk menipu lebih banyak korban.
Langkah pencegahan yang bisa dilakukan adalah memverifikasi status legalitas lembaga atau perusahaan yang menawarkan investasi tersebut. Di Indonesia, lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), dan Satgas Waspada Investasi menyediakan daftar entitas legal dan ilegal yang dapat diakses publik. Jika sebuah entitas tidak ada dalam daftar resmi, atau bahkan masuk dalam daftar ilegal, maka jangan pernah menaruh dana di dalamnya—sekecil apapun jumlahnya.
Selain itu, penting juga untuk mendidik lingkungan sekitar. Banyak penipuan berkedok investasi menyasar kelompok arisan, komunitas keagamaan, hingga jaringan keluarga. Pelaku memanfaatkan kepercayaan dan kedekatan untuk menyebar jaring. Maka dari itu, literasi keuangan bukan hanya tanggung jawab pribadi, tetapi juga tanggung jawab kolektif masyarakat agar tidak ada lagi korban baru yang terperangkap.
Pada akhirnya, kekayaan sejati dibangun dengan konsistensi, kesabaran, dan pengetahuan, bukan dari janji kosong tentang keuntungan cepat dan instan. Lebih baik lambat namun pasti, daripada cepat tapi palsu. Jangan biarkan mimpi tentang masa depan justru menjadi pintu masuk bagi penipuan yang menghancurkan segalanya.