Example floating
Example floating
Example 728x250
Sosial dan UmumSPKT

Suara Buatan AI Digunakan Penipu untuk Buat Kepanikan

15
×

Suara Buatan AI Digunakan Penipu untuk Buat Kepanikan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah menciptakan banyak inovasi yang bermanfaat. Namun, di sisi lain, teknologi yang sama juga membuka jalan bagi pelaku kejahatan digital untuk merancang skenario penipuan yang makin canggih dan sulit dikenali. Salah satu yang kini mulai merebak adalah penyalahgunaan suara buatan berbasis AI atau dikenal juga sebagai deepfake voice, di mana pelaku menciptakan suara yang sangat mirip dengan orang yang dikenal oleh korban — orang tua, anak, pasangan, atau teman dekat.

Modus ini dirancang dengan tujuan menciptakan kondisi panik secara emosional yang akan mendorong korban bertindak tanpa pikir panjang. Penipu akan menelepon korban menggunakan suara yang telah dimanipulasi sedemikian rupa, misalnya suara anak yang menangis dan berteriak meminta tolong, atau suara orang tua yang mengabarkan bahwa dirinya sedang ditahan polisi atau mengalami kecelakaan. Dalam suasana yang kacau dan mendesak, pelaku lalu meminta korban untuk segera mentransfer uang, membayar sejumlah biaya darurat, atau memberikan data rahasia demi menolong orang yang mereka sayangi.

CALL CENTER
Example 300x600
Kapolres Pangandaran

Yang membuat modus ini sangat berbahaya adalah realismenya yang tinggi. Teknologi voice cloning kini hanya membutuhkan potongan suara beberapa detik dari target untuk bisa menciptakan tiruan suara yang sangat meyakinkan. Celah ini sangat mudah dimanfaatkan, mengingat begitu banyak orang meninggalkan jejak suara mereka di internet — dari video di media sosial, pesan suara, hingga rekaman webinar atau pertemuan daring.

Korban yang menerima telepon semacam ini biasanya langsung terjebak dalam tekanan psikologis. Mereka mendengar suara yang sangat familiar, dan karena situasi dibungkus dalam skenario darurat, mereka merasa harus bertindak cepat. Tidak ada ruang untuk berpikir jernih atau memverifikasi, karena pelaku terus menekan dengan kalimat seperti, “Ini darurat,” atau “Tolong cepat, nanti terlambat.”

Dalam beberapa kasus, pelaku bahkan menggunakan panggilan video yang blur atau rekaman wajah yang digenerasikan secara digital agar tampak lebih nyata. Mereka berpura-pura menjadi keluarga korban, lengkap dengan suara dan ekspresi penuh ketakutan. Ketika korban benar-benar percaya, permintaan dana pun disampaikan, sering kali melalui rekening pihak ketiga atau aplikasi pembayaran digital yang sulit dilacak.

Penggunaan suara buatan ini merupakan evolusi dari modus penipuan konvensional yang sebelumnya hanya mengandalkan pesan teks atau suara asing. Kini, dengan deepfake voice, penipu bisa meniru siapa pun, dan ini membuat banyak orang terjebak karena merasa tidak mungkin itu adalah kebohongan. Ini bukan lagi sekadar penipuan finansial, melainkan juga manipulasi emosional yang sangat dalam.

Untuk melindungi diri dari modus ini, masyarakat harus mulai menumbuhkan budaya skeptis dalam menghadapi pesan darurat digital. Jika menerima panggilan mencurigakan dari orang terdekat, segera lakukan verifikasi ulang. Tutup panggilan, dan hubungi langsung orang tersebut menggunakan jalur komunikasi yang biasa digunakan. Jangan membuat keputusan finansial apa pun tanpa kepastian, meskipun tekanan emosional terasa sangat kuat.

Langkah lainnya adalah membatasi eksposur suara pribadi di ruang publik digital. Jika memungkinkan, hindari mengunggah pesan suara atau video pribadi yang berisi percakapan dengan keluarga, terutama anak-anak atau orang tua. Meskipun terlihat sepele, potongan suara tersebut bisa menjadi bahan baku penipuan yang tak terbayangkan.

Penting juga untuk mengedukasi anggota keluarga tentang kejahatan digital berbasis AI, termasuk anak-anak dan lansia. Buat kode rahasia keluarga yang hanya diketahui oleh orang terdekat, dan ajarkan agar mereka tidak panik jika menerima telepon yang mendesak, tetapi justru fokus pada konfirmasi fakta dan identitas.

Pemerintah dan platform digital juga perlu memperkuat regulasi dan deteksi terhadap penyalahgunaan teknologi suara ini. Tanpa pengawasan dan edukasi menyeluruh, kejahatan ini berpotensi tumbuh liar, menargetkan orang-orang yang paling rentan secara emosional dan finansial.

Modus penipuan dengan suara buatan AI mengingatkan kita bahwa kepercayaan di dunia digital kini bisa direkayasa. Suara yang terdengar familiar tidak lagi menjamin keaslian. Oleh karena itu, kewaspadaan, logika, dan verifikasi langsung adalah benteng pertahanan utama. Jangan biarkan teknologi yang diciptakan untuk kemajuan justru menjadi senjata yang menyerang kepercayaan kita sendiri.

Example 468x60
Example 120x600
Example 468x60

Komentar