Bagi banyak orang tua, menyisihkan uang demi pendidikan anak adalah bentuk cinta yang tak pernah ditawar. Mereka rela menahan keinginan pribadi, memotong pengeluaran lain, dan menyisihkan sebagian penghasilan bulanan untuk menjamin anak-anak bisa mengecap bangku kuliah suatu hari nanti. Namun sayangnya, niat tulus ini kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab melalui penipuan berkedok paket asuransi pendidikan. Di awal terdengar meyakinkan, tapi pada akhirnya hanya menyisakan penyesalan dan tabungan yang lenyap.
Modus ini biasanya menyasar keluarga muda atau pasangan dengan anak usia sekolah. Pelaku mengaku sebagai agen asuransi dari perusahaan ternama, lengkap dengan kartu nama, dokumen cetakan, dan seragam yang terlihat resmi. Mereka datang dengan penawaran menarik: cukup setor rutin dalam jumlah tertentu, dan dalam belasan tahun ke depan anak akan menerima dana pendidikan dalam jumlah besar. Iming-iming ini dibumbui dengan jaminan investasi yang akan tumbuh seiring waktu, ditambah proteksi jiwa untuk orang tua jika terjadi hal yang tidak diinginkan.
Korbannya percaya karena semua tampak masuk akal. Apalagi agen menjelaskan dengan penuh keyakinan, bahkan menyebut angka-angka pasti yang terlihat realistis. Dalam beberapa kasus, calon nasabah diajak ke kantor yang seolah-olah milik perusahaan resmi, atau disuguhi brosur dan ilustrasi keuangan digital yang meyakinkan. Saat semua terasa aman, barulah mereka diminta melakukan setoran awal — tidak sedikit yang langsung membayar jutaan rupiah dengan keyakinan bahwa mereka baru saja mengambil keputusan terbaik untuk masa depan anak.
Sayangnya, setelah setoran berjalan beberapa bulan, mulai muncul kejanggalan. Agen sulit dihubungi, nomor layanan pelanggan tak lagi aktif, dan website yang sempat aktif kini tidak bisa diakses. Ketika korban mencoba mengecek status polis, tak ada catatan di sistem perusahaan asuransi resmi. Mereka baru sadar bahwa selama ini uang mereka tidak pernah masuk ke rekening perusahaan, melainkan ke rekening pribadi pelaku yang berpura-pura menjadi agen sah.
Rasa kecewa dalam kasus ini begitu dalam. Korban bukan hanya kehilangan uang, tapi juga impian dan rencana besar yang sudah dibangun dengan penuh pengorbanan. Bagi sebagian orang, ini adalah satu-satunya tabungan yang mereka miliki. Ketika uang itu raib, harapan untuk menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi ikut menghilang. Yang tersisa hanyalah penyesalan, dan kenyataan pahit bahwa niat baik bisa berubah jadi bumerang saat kepercayaan diberikan pada orang yang salah.
Ironisnya, pelaku sering bermain di wilayah abu-abu. Mereka tidak selalu menggunakan identitas palsu, melainkan bisa jadi agen lepas yang pernah terafiliasi dengan perusahaan asuransi tertentu namun telah menyalahgunakan wewenang. Ada pula yang mencatut nama lembaga terkenal untuk menarik simpati, padahal tidak pernah bekerja sama secara resmi. Dengan celah-celah ini, penipuan mereka tampak seperti produk legal padahal hanya kamuflase yang mengelabui korban dari awal.
Dalam dunia asuransi, transparansi adalah hal mutlak. Proses pendaftaran, informasi premi, dan nomor polis harus bisa diverifikasi oleh nasabah kapan saja. Sayangnya, banyak korban yang terlalu percaya pada wajah ramah dan narasi menyentuh, tanpa menelusuri legalitas sebenarnya. Keinginan untuk memberi yang terbaik bagi anak justru membuat mereka lengah terhadap tanda-tanda bahaya.
Cerita tentang uang tabungan pendidikan yang raib akibat penipuan asuransi bukanlah kisah baru. Namun selama masih ada celah ketidaktahuan dan ketergantungan pada janji manis, kisah serupa akan terus berulang. Oleh karena itu, penting untuk tidak hanya menyimpan niat baik, tapi juga membekalinya dengan pengetahuan dan kehati-hatian.
Masa depan anak adalah hal yang tak bisa ditukar. Jangan biarkan harapan mereka kandas hanya karena kita terlalu cepat percaya pada janji yang terdengar sempurna. Pendidikan membutuhkan perencanaan, tapi juga perlindungan dari mereka yang mencoba merampasnya dengan kedok keuangan yang memikat. Dalam dunia yang makin kompleks ini, cinta terhadap anak harus disertai dengan akal sehat dan waspada. Karena niat baik saja tak cukup, jika dunia penuh dengan mereka yang berniat buruk.