Kemajuan teknologi telah membuka banyak peluang baru di dunia investasi, termasuk dalam sektor peternakan. Kini, beragam platform digital menawarkan skema investasi peternakan secara online, di mana masyarakat cukup menyetor dana, lalu mengklaim kepemilikan atas hewan ternak tertentu yang dikatakan akan dikelola secara profesional. Skema ini menjadi semakin menarik ketika dikemas dengan label “berbasis syariah”, yang menjanjikan kehalalan sistem, transparansi bagi hasil, dan keberkahan dalam berinvestasi. Namun sayangnya, di balik nuansa islami yang ditampilkan, tak sedikit dari program tersebut hanyalah penipuan terselubung yang mengeksploitasi kepercayaan umat.
Penipuan ini biasanya bermula dari promosi yang gencar di media sosial dan grup-grup komunitas keagamaan. Platform investasi tersebut menawarkan program kemitraan ternak: sapi, kambing, ayam, hingga bebek petelur. Pelaku menyebutkan bahwa dana investor akan digunakan untuk membeli dan merawat hewan ternak di kandang yang mereka kelola. Setiap investor akan mendapatkan pembagian hasil secara berkala, berdasarkan masa panen atau pemotongan. Agar tampak meyakinkan, pelaku mencantumkan sertifikat halal, menyertakan video kandang, bahkan mengadakan live streaming dari lokasi yang mereka klaim sebagai peternakan milik mereka.
Skema ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat, khususnya dari mereka yang ingin berinvestasi secara syariah, namun tidak punya waktu atau akses langsung ke sektor agribisnis. Banyak yang tergoda karena tawarannya tidak hanya memberikan keuntungan, tapi juga diselimuti dengan nilai-nilai religius: membantu peternak kecil, membangun ekonomi umat, dan meraih pahala melalui usaha halal. Sebagian besar korban bahkan merasa bangga bisa turut serta dalam “ekonomi syariah digital” yang sedang mereka yakini berkembang pesat.
Namun, seiring waktu, tanda-tanda penipuan mulai terlihat. Pembagian hasil yang semula lancar mulai tersendat, laporan peternakan tidak pernah diperbarui, dan komunikasi dengan pengelola platform semakin sulit. Saat korban mencoba menelusuri keberadaan fisik peternakan, mereka mendapati bahwa alamat yang tercantum ternyata fiktif atau milik orang lain yang tidak tahu-menahu soal investasi. Dalam banyak kasus, hewan yang katanya dikelola atas nama investor ternyata tidak pernah ada sama sekali.
Lebih menyakitkan lagi, beberapa pelaku menggunakan istilah-istilah agama untuk mengaburkan niat mereka yang sebenarnya. Mereka menyelipkan kutipan keagamaan, mencantumkan foto ulama, atau mengaku telah mendapat restu dari tokoh-tokoh tertentu — padahal semua itu hanyalah strategi untuk menarik simpati dan menenangkan kecurigaan. Saat korban sadar bahwa semua itu hanya ilusi, dana mereka sudah tidak bisa ditarik, dan platformnya lenyap tanpa jejak.
Modus ini sangat licik karena menyerang dua sisi paling sensitif dalam masyarakat: keuangan dan kepercayaan agama. Ketika label syariah digunakan secara serampangan oleh pelaku kejahatan, dampaknya bukan hanya soal kerugian materi, tapi juga rusaknya citra ekonomi syariah itu sendiri. Korban merasa tertipu dua kali — secara finansial dan spiritual — karena yang mereka pikir sebagai amal dan investasi halal ternyata hanyalah jebakan digital.
Penting bagi masyarakat untuk tidak langsung percaya hanya karena sebuah program mengusung kata “syariah.” Label itu harus disertai dengan legalitas yang jelas, transparansi pengelolaan dana, dan pengawasan dari lembaga berwenang seperti OJK atau DSN-MUI. Jika tidak, maka “syariah” hanya menjadi kemasan palsu untuk membungkus motif penipuan yang sangat terstruktur.
Investasi peternakan sejatinya bisa menjadi sektor yang menjanjikan. Namun harus dikelola oleh pihak yang benar-benar punya pengalaman, kapasitas, dan komitmen terhadap integritas. Masyarakat harus lebih kritis terhadap program yang terdengar terlalu sempurna, apalagi jika menjanjikan keuntungan besar dengan risiko rendah, dan dibungkus dengan nuansa religius yang berlebihan.
Penipuan berkedok investasi peternakan berbasis syariah adalah cermin betapa niat baik bisa dijadikan alat oleh orang yang tak bertanggung jawab. Maka dari itu, jangan biarkan semangat berinvestasi secara halal menjadi alasan untuk menurunkan kewaspadaan. Dalam dunia yang serba cepat ini, ketelitian adalah bentuk ibadah juga — agar niat baik tidak berubah menjadi musibah yang menyakitkan.