Example floating
Example floating
Example 728x250
Sosial dan UmumSPKT

Sumbangan Saham di Grup Agama Jadi Jebakan Penipuan

2
×

Sumbangan Saham di Grup Agama Jadi Jebakan Penipuan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Grup-grup keagamaan yang terbentuk di aplikasi pesan instan atau media sosial sering menjadi tempat yang hangat untuk saling berbagi. Di dalamnya, para anggota tidak hanya berdiskusi tentang ajaran, nasihat spiritual, atau aktivitas keagamaan, tetapi juga mendukung satu sama lain dalam urusan kehidupan sehari-hari. Namun di tengah keakraban ini, muncul celah yang dimanfaatkan oleh pelaku penipuan dengan modus yang makin lihai: sumbangan saham — sebuah skema yang dibungkus dengan label solidaritas dan keberkahan, namun ternyata jebakan investasi ilegal yang merugikan banyak orang.

Modus ini biasanya diawali oleh seseorang yang telah cukup lama aktif dalam grup keagamaan dan dikenal oleh banyak anggota. Ia mulai menyampaikan ide mulia: membeli saham sebuah perusahaan besar secara kolektif atas nama kelompok atau komunitas, yang hasil keuntungannya nanti akan digunakan untuk kegiatan sosial, pembangunan rumah ibadah, atau membantu anggota yang membutuhkan. Tawaran ini dibungkus dengan ajakan “bersedekah sambil berinvestasi”, dan pelaku menyebutkan bahwa ini adalah jalan baru untuk menggabungkan kekuatan ekonomi umat dengan amal jariyah.

CALL CENTER
Example 300x600
Kapolres Pangandaran

Agar tampak sah dan menarik, pelaku menyampaikan data palsu tentang perusahaan target investasi. Mereka mencatut nama-nama emiten populer, mencantumkan grafik harga saham, dan mengklaim bahwa mereka sudah menjalin kerja sama dengan pihak sekuritas tertentu. Tak lupa, mereka menyebut bahwa pembelian saham kolektif ini dilakukan “atas nama yayasan” atau “komunitas dakwah” agar terdengar lebih terorganisir dan terpercaya. Sumbangan dana diminta dikirim ke rekening pribadi atau rekening yang diklaim sebagai milik komunitas.

Dalam waktu singkat, banyak anggota grup tergugah dan ikut menyumbang, bukan hanya karena iming-iming keuntungan, tapi juga karena ingin menjadi bagian dari gerakan sosial yang katanya bernuansa spiritual. Beberapa bahkan mengajak keluarga atau kerabat ikut serta, percaya bahwa ini adalah bentuk ibadah dalam format kekinian. Apalagi pelaku kerap mengutip ayat dan hadis tentang pentingnya berjamaah dan keutamaan bersedekah melalui jalan kolektif yang produktif.

Namun setelah dana terkumpul, pelaku mulai menghilang secara perlahan. Laporan pembelian saham tidak pernah diberikan secara jelas, nama investor tidak tercantum dalam sistem sekuritas resmi, dan perusahaan yang disebut-sebut tidak pernah mengonfirmasi keterlibatan mereka dalam program seperti itu. Korban yang mencoba menelusuri jejak dana hanya menemukan kebuntuan: tidak ada bukti pembelian, tidak ada surat pernyataan, dan tidak ada jalan hukum yang mudah untuk menindak pelaku yang telah menghilang dari grup atau memblokir seluruh kontak.

Penipuan semacam ini sangat menyakitkan karena menyasar ruang yang seharusnya menjadi tempat aman dan saling percaya. Pelaku menyusup bukan sebagai orang asing, tapi sebagai “saudara seiman”, yang selama ini hadir dalam diskusi-diskusi religius dan kegiatan amal bersama. Mereka membangun citra baik, memetik simpati, dan menyisipkan ide penipuan secara bertahap, hingga akhirnya mengunci kepercayaan orang-orang dengan bahasa yang santun dan penuh dalih kebaikan.

Skema ini bukan hanya mencederai keuangan para korban, tapi juga merusak ikatan sosial dan spiritual dalam komunitas itu sendiri. Anggota grup jadi saling curiga, kegiatan keagamaan terganggu, dan semangat berbagi menurun karena trauma akan penipuan yang pernah terjadi. Banyak korban yang enggan melaporkan kasus ini ke pihak berwajib karena malu atau takut dianggap menyebarkan aib di lingkungan yang seharusnya menjaga nama baik dan ukhuwah.

Untuk mencegah agar hal serupa tidak terjadi lagi, penting bagi komunitas keagamaan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam segala bentuk pengumpulan dana, apalagi jika dikaitkan dengan investasi. Semua bentuk sumbangan atau program ekonomi harus memiliki dasar hukum yang jelas, rekening transparan, dan proses akuntabilitas yang bisa diaudit bersama. Kepercayaan spiritual jangan sampai menjadi alat untuk melumpuhkan logika.

Sumbangan yang benar tidak membutuhkan tipu daya. Investasi yang sehat tidak perlu berselimutkan kebohongan. Dan agama tidak seharusnya dijadikan tameng untuk menipu saudara sendiri. Ketika kepercayaan digunakan untuk merampas, maka bukan hanya uang yang hilang, tapi juga rasa aman yang sebelumnya tumbuh dari semangat kebersamaan.

Karena itu, setiap niat baik harus dilindungi dengan pengetahuan dan ketelitian. Jangan mudah tergiur oleh iming-iming amal yang menjanjikan keuntungan duniawi cepat. Dalam dunia yang semakin kompleks, iman dan akal sehat harus berjalan beriringan — agar kebaikan tak mudah dijadikan celah oleh mereka yang bersembunyi di balik jubah religiusitas semu.

Example 468x60
Example 120x600
Example 468x60

Komentar