Di tengah meningkatnya kebutuhan akan pekerjaan fleksibel, banyak orang — terutama mahasiswa, lulusan baru, atau ibu rumah tangga — mencari peluang kerja yang bisa dilakukan dari rumah. Salah satu pilihan yang banyak diminati adalah menjadi guru les privat. Pekerjaan ini tak hanya menjanjikan pendapatan tambahan, tetapi juga memberikan kesempatan untuk berbagi ilmu. Sayangnya, kesempatan ini mulai dimanfaatkan oleh pelaku penipuan yang menyamar sebagai lembaga pendidikan atau orang tua murid. Mereka menyebarkan tawaran lowongan guru les, namun berujung pada modus penipuan dengan dalih “uang pendaftaran” atau “biaya administrasi” yang harus ditransfer terlebih dahulu.
Modus ini biasanya bermula dari unggahan di media sosial, grup pencari kerja, atau kiriman langsung melalui pesan pribadi. Pelaku mengaku sebagai perwakilan dari lembaga bimbingan belajar atau keluarga yang sedang mencari guru les untuk anak mereka. Tawaran yang mereka ajukan sangat menarik: jadwal fleksibel, gaji kompetitif, lokasi dekat rumah, dan murid yang sudah tersedia. Bahkan sering kali disampaikan bahwa si pencari les sangat membutuhkan guru secepatnya karena sedang persiapan ujian atau baru pindah sekolah.
Korban yang sedang mencari pekerjaan merasa tertarik dan mulai menanyakan detail. Pelaku kemudian akan mengirimkan “formulir pendaftaran” yang terlihat resmi, lengkap dengan logo lembaga, syarat, dan rincian pembayaran. Uang yang diminta biasanya tidak terlalu besar — antara Rp100.000 hingga Rp300.000 — dan disebut sebagai biaya pendaftaran, sertifikat pelatihan, atau administrasi agar korban segera mengambil keputusan.
Yang membuatnya semakin meyakinkan, pelaku menjanjikan bahwa setelah pembayaran, korban akan langsung dihubungkan dengan murid atau diberikan jadwal mengajar. Beberapa bahkan menyertakan testimoni palsu dari “guru-guru sebelumnya” yang konon sudah sukses bekerja lewat jalur ini. Jika korban tetap ragu, pelaku mendesak dengan mengatakan bahwa slot guru terbatas dan sudah banyak yang mendaftar.
Setelah korban melakukan transfer, pelaku mulai menghindar. Nomor telepon sulit dihubungi, akun media sosial diblokir, dan situs atau akun lowongan menghilang begitu saja. Tak ada kabar lanjutan, dan pekerjaan yang dijanjikan tak pernah ada. Pada titik ini, korban baru menyadari bahwa mereka telah tertipu — kehilangan uang dan harapan, serta merasa dipermainkan secara emosional dalam situasi ekonomi yang sulit.
Penipuan seperti ini menyasar korban yang paling rentan: mereka yang sedang berusaha mencari nafkah secara halal dan produktif. Banyak yang merasa terpukul, bukan hanya karena kerugian uang, tetapi juga karena rasa malu dan kecewa yang mendalam. Tak sedikit pula yang menjadi trauma untuk kembali melamar pekerjaan daring karena takut ditipu lagi.
Untuk menghindari jebakan seperti ini, masyarakat harus mulai membangun pemahaman bahwa lowongan kerja yang sah tidak seharusnya meminta uang di awal. Biaya pelatihan atau administrasi tidak boleh dibebankan kepada pelamar, apalagi jika belum ada kepastian kerja. Lembaga resmi biasanya akan melakukan proses seleksi terlebih dahulu, lalu memberikan pelatihan secara gratis atau dengan kontrak yang jelas.
Jika menemukan tawaran serupa, langkah pertama adalah memverifikasi identitas pengirim. Cek apakah lembaga tersebut benar-benar ada, apakah nomor telepon dan alamatnya bisa ditelusuri, dan apakah ada jejak digital atau ulasan dari orang lain. Gunakan juga platform pencari kerja resmi yang telah memiliki sistem pengamanan terhadap lowongan palsu. Dan yang paling penting, jangan tergesa-gesa mengambil keputusan hanya karena diburu-buru atau tergoda iming-iming besar.
Di dunia digital yang serba cepat, kemudahan bisa menjadi jebakan jika tidak disertai kehati-hatian. Maka setiap tawaran pekerjaan harus ditanggapi dengan akal sehat dan logika yang kuat. Jadilah pencari kerja yang bukan hanya aktif dan bersemangat, tetapi juga cerdas dalam memilah mana peluang sejati dan mana yang hanya memanfaatkan keadaan. Karena dalam perjuangan mencari rezeki, kita berhak dilindungi dari tipu daya yang dibungkus dalam janji-janji semu.