Di era aplikasi perjodohan dan media sosial yang mempertemukan siapa saja dalam hitungan detik, kisah cinta bisa dimulai hanya dari sebuah obrolan singkat. Banyak orang yang terbuka terhadap kemungkinan menjalin hubungan dengan orang baru melalui dunia digital, termasuk mencoba kencan buta alias bertemu langsung dengan seseorang yang hanya dikenal lewat internet. Sayangnya, di balik peluang cinta itu, tersembunyi risiko besar: penipuan yang berujung pada pencurian data pribadi dan kerugian finansial.
Kencan buta awalnya tampak sebagai pertemuan yang menyenangkan. Pelaku, yang menyamar sebagai pria atau wanita menarik dan ramah, membangun kedekatan emosional dengan korban lewat chat yang intens. Dalam beberapa hari, hubungan mulai terasa akrab. Pelaku sengaja menunjukkan perhatian, menyampaikan pujian, bahkan kadang berpura-pura jatuh cinta. Setelah kepercayaan korban terbentuk, barulah pelaku mengusulkan pertemuan langsung — kencan buta di tempat umum.
Namun, pada saat pertemuan itulah rencana sebenarnya dijalankan. Salah satu trik umum adalah membuat korban lengah dengan suasana nyaman, lalu menyisipkan modus pencurian data. Misalnya, pelaku meminjam ponsel korban dengan dalih ingin menelepon atau mengecek sesuatu, lalu dengan cepat mengakses galeri, email, atau bahkan aplikasi keuangan yang sudah login otomatis. Dalam kasus lain, pelaku bisa menyuruh korban mengisi form digital “voucher makan gratis” atau “lucky draw restoran”, padahal sebenarnya itu adalah tautan phising untuk menguras informasi pribadi.
Tak jarang pula, pelaku langsung mengarahkan pertemuan ke skema penipuan yang lebih terang-terangan: mengajak korban ke tempat makan mahal, lalu pergi diam-diam meninggalkan korban membayar tagihan, atau bahkan mencuri barang berharga secara diam-diam saat korban tidak menyadarinya. Setelah kencan selesai, pelaku mendadak menghilang. Akun media sosial tak lagi aktif, nomor telepon tak bisa dihubungi, dan semua yang dibagikan selama masa pendekatan berubah menjadi senyap.
Korban sering kali baru sadar telah ditipu ketika muncul transaksi mencurigakan dari rekening atau akun dompet digital. Dalam beberapa kasus, data pribadi seperti KTP, foto selfie, atau tanda tangan digital yang tersimpan di ponsel digunakan untuk mendaftarkan pinjaman online atau akun palsu. Kerugian pun bisa berlipat — mulai dari kehilangan uang, disalahgunakannya identitas, hingga reputasi yang tercoreng.
Yang membuat modus ini begitu efektif adalah penggunaan emosi sebagai pintu masuk. Harapan akan cinta, rasa diterima, dan kerinduan akan kedekatan sering membuat orang lebih percaya dan menurunkan kewaspadaan. Apalagi jika pelaku tampil sopan, menarik, dan tidak terburu-buru. Semua dirancang agar korban merasa aman dan tidak menyangka ada maksud tersembunyi di balik pertemuan tersebut.
Untuk itu, penting bagi siapa saja yang berniat bertemu orang baru dari dunia maya untuk tetap waspada. Jangan pernah membagikan data pribadi, termasuk alamat rumah, identitas resmi, atau akses ke perangkat digital sebelum benar-benar yakin. Hindari memberikan ponsel kepada orang baru, dan jangan klik tautan apa pun yang tidak jelas sumbernya. Jika memutuskan untuk bertemu, pilih tempat umum yang aman, ramai, dan usahakan untuk memberi tahu teman atau keluarga tentang pertemuan tersebut.
Teknologi memang memudahkan kita untuk terhubung, tapi juga membuka celah bagi kejahatan yang menyamar dengan topeng ketulusan. Cinta yang sehat dibangun atas dasar kepercayaan, bukan manipulasi. Maka jika seseorang yang baru dikenal terlalu cepat mengajak bertemu atau meminta sesuatu yang pribadi, itu patut dicurigai.
Kencan buta bukanlah masalah selama dilakukan dengan aman dan sadar risiko. Tapi jika lengah, pertemuan singkat itu bisa berubah menjadi awal mimpi buruk — di mana bukan hanya perasaan yang tersakiti, tapi juga data dan uang yang lenyap dalam sekejap.