Example floating
Example floating
Example 728x250
Sosial dan UmumSPKT

“Anak Kelas X Teman Anakmu” Jadi Dalih untuk Minta Biaya Seragam

10
×

“Anak Kelas X Teman Anakmu” Jadi Dalih untuk Minta Biaya Seragam

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Kehidupan orang tua siswa, khususnya di jenjang sekolah menengah, dipenuhi oleh dinamika sosial yang kompleks. Tak hanya soal biaya pendidikan, tapi juga pertemanan anak, kegiatan ekstrakurikuler, hingga solidaritas antarkeluarga murid. Celah inilah yang kini dimanfaatkan oleh pelaku penipuan dengan modus baru: mengaku sebagai teman sekelas anak korban dan meminta bantuan berupa uang untuk membeli seragam.

Modus ini bekerja dengan sangat halus, memanfaatkan nama baik sang anak dan atmosfer saling kenal di lingkungan sekolah. Pelaku akan menghubungi orang tua siswa, biasanya melalui WhatsApp atau panggilan langsung. Mereka memperkenalkan diri sebagai “anak kelas X, teman dekat anak ibu/bapak”, dan menyebutkan nama anak korban dengan sangat spesifik. Dalam pesan atau percakapan itu, pelaku menceritakan kisah menyedihkan: orang tua mereka baru saja kehilangan pekerjaan, sedang sakit, atau mengalami kesulitan ekonomi, sehingga tak mampu membeli seragam sekolah atau perlengkapan lainnya.

CALL CENTER
Example 300x600
Kapolres Pangandaran

Narasi dibuat seolah-olah berasal dari seorang remaja yang malu meminta bantuan, tapi terpaksa karena ingin tetap bisa sekolah. Pelaku kerap menambahkan sentuhan emosional seperti: “Saya tahu ini tidak sopan, tapi saya benar-benar bingung harus minta bantuan ke siapa”, atau “Saya nggak mau teman-teman tahu, malu, makanya saya cuma hubungi orang tua yang saya percaya.” Kata-kata ini disusun sedemikian rupa agar menyentuh hati dan melemahkan kewaspadaan.

Tak hanya itu, pelaku juga pandai memainkan detail. Mereka menyebutkan nama wali kelas, jurusan, nama panggilan anak korban di sekolah, atau kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti — semua informasi ini bisa diperoleh dari media sosial, unggahan orang tua, atau dari interaksi di grup WhatsApp kelas yang bocor. Detail semacam ini membuat cerita mereka terdengar sangat meyakinkan.

Setelah mendapatkan simpati, pelaku kemudian menyampaikan permintaan bantuan secara langsung. Biasanya dalam bentuk transfer uang dengan nominal yang “tidak terlalu besar”, berkisar antara Rp150.000 hingga Rp500.000. Alasan yang diberikan pun masuk akal — untuk membeli seragam olahraga, dasi resmi, atau atribut pramuka. Mereka juga menyebutkan bahwa pembayaran perlu dilakukan segera agar bisa ikut upacara atau kegiatan sekolah berikutnya.

Korban, karena merasa kasihan dan tidak ingin menyakiti perasaan teman anaknya, akhirnya menuruti permintaan tersebut. Beberapa bahkan tidak sempat mengonfirmasi ke anaknya karena situasi dibangun sedemikian mendesak. Namun setelah dana ditransfer, pelaku menghilang begitu saja. Saat ditanya ke anaknya, ternyata tidak pernah ada teman dengan nama yang disebutkan. Penipuan pun baru disadari saat semuanya sudah terlambat.

Yang membuat modus ini begitu licik adalah kemampuannya memanfaatkan empati sosial. Tidak semua orang tua akan curiga saat ada anak kecil atau remaja yang meminta bantuan untuk kebutuhan sekolah. Di tengah berbagai kampanye bantuan pendidikan dan solidaritas siswa, permintaan semacam ini terdengar sah dan mulia. Padahal, di balik layar, itu adalah skenario dingin dari seseorang yang menghafal naskah dengan sangat terencana.

Untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak, sangat penting bagi orang tua untuk selalu memverifikasi informasi semacam ini, meski terlihat mendesak dan penuh emosi. Jangan pernah mentransfer uang sebelum berbicara langsung dengan anak sendiri dan memastikan kebenaran cerita yang disampaikan. Jika ragu, hubungi wali kelas atau guru yang bertanggung jawab atas kelas anak.

Pihak sekolah juga sebaiknya rutin mengingatkan para orang tua tentang potensi penipuan semacam ini, termasuk menjaga keamanan grup komunikasi kelas dan tidak sembarangan membagikan informasi pribadi anak. Identitas siswa, jadwal pelajaran, atau bahkan daftar kegiatan mingguan bisa menjadi senjata bagi pelaku yang cermat dan penuh akal bulus.

Modus “teman anakmu minta bantuan” adalah peringatan nyata bahwa tidak ada ruang sosial yang benar-benar aman dari penipuan. Bahkan hubungan yang paling tulus antara orang tua dan anak bisa dimanfaatkan oleh pelaku yang tahu cara memainkan rasa empati. Maka, dalam setiap bentuk kebaikan yang diminta secara digital, jangan lupakan satu hal penting: verifikasi sebelum empati. Karena niat baik sekalipun, bila disalahgunakan, bisa membawa luka dan penyesalan.

Example 468x60
Example 120x600
Example 468x60

Komentar