Di tengah persaingan kerja yang semakin ketat, banyak pencari kerja rela melakukan berbagai upaya demi mendapatkan satu posisi pekerjaan yang menjanjikan. Mereka mengikuti pelatihan, memperbarui CV, hingga ikut berbagai seminar untuk memperluas koneksi dan pengetahuan. Namun sayangnya, semangat ini justru dijadikan sasaran empuk oleh pelaku penipuan yang menyamar sebagai perekrut dan menawarkan lowongan kerja fiktif dengan syarat membayar biaya “sertifikat pelatihan”.
Modus penipuan ini menyasar para pencari kerja muda, khususnya lulusan baru atau mereka yang sedang terdesak kebutuhan ekonomi. Pelaku biasanya menyebarkan informasi lowongan lewat media sosial, grup WhatsApp alumni, atau bahkan situs pencari kerja yang tampak kredibel. Judul yang digunakan sangat meyakinkan dan menarik — mulai dari “Lowongan Kerja Langsung Diterima”, “Tanpa Pengalaman, Gaji Di Atas UMR”, hingga “Kantor Baru Membuka Banyak Posisi”.
Setelah korban mengirim lamaran, pelaku akan merespons dengan cepat, seolah-olah proses seleksi berlangsung efisien dan korban terpilih tanpa harus bersaing ketat. Dalam waktu singkat, korban dinyatakan “lolos administrasi” dan diminta mengikuti pelatihan singkat sebelum resmi mulai bekerja. Pelatihan ini, kata pelaku, bertujuan untuk memperkenalkan SOP perusahaan, etika kerja, dan keterampilan dasar yang relevan dengan posisi yang dilamar.
Namun, untuk mengikuti pelatihan ini, korban harus membayar biaya pembuatan sertifikat pelatihan — yang disebut sebagai syarat mutlak untuk kelulusan akhir atau legalitas kerja. Jumlahnya bervariasi, bisa Rp100.000 hingga Rp500.000, tergantung pada skenario yang dirancang pelaku. Dalih yang digunakan terdengar masuk akal: “Sertifikat ini wajib untuk semua karyawan baru,” atau “Tanpa sertifikat ini, kami tidak bisa memproses NIK Anda.”
Korban yang sudah senang karena merasa berhasil mendapatkan pekerjaan, biasanya tidak berpikir panjang dan segera mentransfer uang. Beberapa bahkan membayar lebih karena dijanjikan posisi lebih tinggi jika membeli “paket pelatihan lengkap.” Namun setelah pembayaran dilakukan, komunikasi mulai melemah. Pelaku tak lagi membalas pesan, nomor telepon tidak bisa dihubungi, dan alamat kantor yang sebelumnya disebutkan ternyata tidak pernah ada.
Yang lebih menyakitkan, korban tidak hanya kehilangan uang, tetapi juga harapan. Mereka sudah membayangkan masa depan cerah, menghitung rencana pengeluaran dari gaji pertama, bahkan ada yang telah menolak tawaran kerja lain karena terlalu percaya dengan janji manis pelaku. Semua impian itu sirna begitu saja karena satu hal: keinginan untuk percaya bahwa jalan mereka sudah terbuka, padahal itu hanya jebakan yang dibungkus rapih.
Kasus semacam ini terus berulang karena pelaku memanfaatkan dua kelemahan utama: kurangnya verifikasi informasi oleh pencari kerja dan keinginan untuk segera bekerja tanpa banyak hambatan. Di sisi lain, pelaku terus menyempurnakan modus mereka dengan logo perusahaan palsu, domain email profesional, hingga mengaku sebagai HRD dari perusahaan besar.
Untuk itu, para pencari kerja harus membekali diri dengan pengetahuan dasar mengenai proses rekrutmen yang sah. Perusahaan resmi tidak pernah meminta bayaran dalam bentuk apa pun selama proses rekrutmen, termasuk biaya pelatihan, medical check-up, atau pembuatan dokumen administratif. Jika ada permintaan dana dalam bentuk apa pun, itu adalah sinyal bahaya yang harus segera dicurigai.
Selalu lakukan pengecekan ulang terhadap lowongan kerja — termasuk memverifikasi nomor kontak, alamat kantor, dan informasi perusahaan melalui situs resmi atau media sosial yang terverifikasi. Jangan mudah percaya hanya karena tampilannya profesional. Bahkan pelaku bisa dengan mudah memalsukan website atau mengedit poster lowongan dengan kualitas tinggi.
Di tengah perjuangan mencari kerja, penting untuk tetap rasional dan tidak terburu-buru. Setiap tawaran yang terdengar terlalu mudah atau terlalu bagus biasanya menyimpan jebakan. Jangan sampai keinginan untuk segera bekerja justru membawa Anda ke dalam jerat penipuan. Ingat, pekerjaan yang baik tidak pernah dimulai dengan kebohongan dan permintaan uang di awal.