Pangandaran – Ketika tindak pidana terjadi di depan mata, masyarakat sering bertanya mengenai hak mereka untuk bertindak. Undang-undang memberikan hak istimewa kepada setiap warga negara untuk melakukan penangkapan, bertindak sebagai ‘penegak hukum sementara’, khusus dalam situasi mendesak, yakni saat seseorang tertangkap tangan sedang melakukan kejahatan.
Berdasarkan Pasal 111 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), setiap orang berhak menangkap tersangka dalam keadaan tertangkap tangan. Hak ini menjadi dasar hukum bagi warga sipil untuk menahan pelaku kejahatan seperti pencurian atau perampokan yang terjadi di hadapannya. Penting dicatat, kata yang digunakan adalah “berhak,” yang menunjukkan izin, bukan kewajiban, kecuali bagi aparat penegak hukum.
Meskipun diberikan hak untuk menangkap, masyarakat memiliki kewajiban mutlak yang harus segera dipenuhi. Penangkap wajib segera menyerahkan orang yang tertangkap tangan beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. Kewajiban ini sangat krusial untuk mencegah terjadinya main hakim sendiri dan memastikan proses hukum berjalan sesuai prosedur resmi.
Pemberian hak penangkapan ini terikat pada definisi “tertangkap tangan” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP. Keadaan ini meliputi tertangkapnya seseorang saat sedang melakukan tindak pidana, seketika setelah tindak pidana dilakukan, atau sesaat kemudian saat pelaku masih diteriaki sebagai orang jahat, bahkan saat ditemukan benda yang diduga keras digunakan untuk kejahatan tersebut.
Regulasi ini menegaskan bahwa masyarakat didorong untuk aktif menjaga lingkungan dan keamanan publik. Dengan adanya dasar hukum yang jelas, partisipasi publik dalam penegakan hukum menjadi wujud nyata dukungan terhadap keadilan. Namun, tindakan harus tetap proporsional dan diakhiri dengan penyerahan cepat kepada pihak berwajib untuk menghindari pelanggaran hukum baru.