Pangandaran, 28 Mei 2025 – Penyebaran hoaks dan disinformasi kini menjadi ancaman serius yang mampu memicu berbagai bentuk kejahatan dan perpecahan di masyarakat. Informasi palsu yang dikemas sedemikian rupa sering kali dimanfaatkan untuk menggiring opini, memprovokasi konflik, bahkan menimbulkan kerugian finansial. Oleh karena itu, edukasi anti-hoaks menjadi sangat krusial sebagai benteng pertahanan kolektif melawan jebakan disinformasi.
Berbagai kasus kejahatan yang dipicu oleh hoaks telah terjadi. Mulai dari penipuan online yang berkedok donasi palsu, penyebaran kebencian yang memicu kerusuhan, hingga informasi menyesatkan tentang produk kesehatan yang membahayakan nyawa. Masyarakat sering kali terperangkap dalam pusaran informasi yang tidak terverifikasi karena kurangnya literasi digital dan kemampuan membedakan fakta dari fiksi. Berita palsu ini disebarluaskan dengan sangat cepat melalui berbagai platform media sosial dan aplikasi pesan instan.
Pemerintah dan berbagai lembaga swadaya masyarakat terus menggalakkan program edukasi anti-hoaks. Kampanye publik, seminar, lokakarya, hingga modul pembelajaran digital dikembangkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Masyarakat diajarkan cara melakukan verifikasi informasi, mengenali ciri-ciri hoaks, dan melaporkan konten yang terindikasi menyesatkan. Peran media massa juga sangat penting dalam menyajikan berita yang akurat dan berimbang, sehingga dapat menjadi rujukan tepercaya bagi publik.
Dengan pengetahuan yang memadai tentang cara melawan disinformasi, masyarakat dapat menjadi lebih tangguh menghadapi ancaman kejahatan yang dipicu hoaks. Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk tidak ikut menyebarkan informasi yang belum terverifikasi. Kolaborasi aktif antara warga, komunitas, dan pemerintah diharapkan dapat menciptakan ekosistem informasi yang lebih sehat dan aman, di mana bahaya hoaks dapat diminimalisir dan persatuan bangsa tetap terjaga.