Rasa nostalgia dan solidaritas antar alumni sekolah seringkali menjadi ikatan emosional yang kuat. Tak jarang, para alumni dengan antusias bergabung dalam grup-grup pertemanan daring untuk sekadar reuni, berbagi kabar, atau mendukung kegiatan sosial bersama. Namun, kedekatan emosional inilah yang kini dimanfaatkan oleh pelaku penipuan dengan cara membentuk grup alumni palsu demi menjalankan skenario jebakan transfer uang.
Modus ini dimulai dengan membuat grup WhatsApp, Telegram, atau Facebook dengan nama yang sangat meyakinkan, misalnya “Alumni SMA Angkatan 2009” atau “Reuni Akbar SMP Negeri X”. Pelaku mencantumkan logo sekolah, foto kelas, bahkan nama-nama yang umum digunakan oleh para alumni. Grup ini bisa muncul tiba-tiba, dan anggotanya sebagian adalah nomor asing yang menyamar seolah-olah berasal dari angkatan yang sama.
Beberapa anggota palsu akan memulai percakapan dengan gaya yang akrab: berbagi kenangan masa sekolah, menanyakan kabar, atau melempar candaan khas angkatan. Suasana diciptakan senyaman mungkin agar para korban merasa benar-benar berada di antara teman lama. Tidak jarang, pelaku mencatut nama guru atau tokoh populer di sekolah untuk menambah kesan otentik.
Setelah suasana cair dan kepercayaan mulai terbentuk, pelaku memunculkan topik pengumpulan dana. Alasannya bisa sangat mulia—dari membantu teman yang sedang sakit, sumbangan untuk guru yang pensiun, hingga dana reuni yang katanya sudah mendekati hari pelaksanaan. Penipuan dilakukan secara halus dan kolektif: beberapa akun palsu lainnya akan berpura-pura ikut berdonasi untuk menekan korban agar ikut menyumbang.
Nomor rekening pun dibagikan dengan mengatasnamakan panitia atau bendahara grup. Karena merasa ini adalah kegiatan bersama dan melibatkan teman lama, banyak korban yang mentransfer uang tanpa banyak bertanya. Terlebih, nilai yang diminta tidak terlalu besar, sehingga dianggap wajar untuk kegiatan sosial. Namun setelah uang terkirim, komunikasi mulai merenggang, dan grup bisa saja tiba-tiba dibubarkan atau semua adminnya menghilang.
Korban baru menyadari telah tertipu ketika mencoba mengonfirmasi ke teman alumni lainnya secara langsung di luar grup, dan ternyata mereka tidak tahu-menahu tentang grup atau kegiatan yang dimaksud. Lebih menyedihkan lagi, ada korban yang ternyata sama sekali bukan satu angkatan dengan grup tersebut, hanya saja dijebak dengan narasi dan nama yang sengaja dibuat ambigu agar cocok dengan banyak orang.
Penipuan berbasis komunitas seperti ini sangat berbahaya karena menyerang sisi emosional korban—nostalgia, persahabatan, dan rasa peduli. Tak sedikit yang merasa malu atau enggan melapor karena merasa telah dibohongi melalui jalur yang seharusnya menyenangkan.
Untuk menghindari jebakan ini, penting untuk selalu memverifikasi kebenaran grup alumni sebelum bergabung. Cari tahu siapa adminnya, cek keanggotaan, dan pastikan informasi kegiatan benar-benar diketahui oleh komunitas resmi. Jangan mudah percaya hanya karena banyak nama tampak familiar—akun bisa saja dipalsukan atau menggunakan nama umum yang bersifat generik.
Jika muncul permintaan transfer dana, pastikan Anda mengetahui betul siapa yang meminta dan untuk tujuan apa. Hubungi teman alumni lain secara langsung, terutama yang Anda percayai, untuk mengonfirmasi kebenaran ajakan tersebut. Jangan hanya mengandalkan informasi dalam grup, karena pelaku bisa mengatur percakapan sedemikian rupa untuk menciptakan ilusi kebersamaan.
Kita hidup di era di mana kemudahan berkomunikasi harus diimbangi dengan kewaspadaan. Sekalipun datang dalam kemasan yang penuh keakraban, informasi finansial tetap perlu ditanggapi secara kritis. Rasa peduli terhadap teman lama memang mulia, tetapi jangan sampai dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab yang hanya ingin mengambil keuntungan.