Dalam dunia yang semakin terkoneksi, para penipu tak pernah kehabisan cara untuk mencari korban. Kini, sasaran empuk mereka adalah anak-anak sekolah, yang belum sepenuhnya memahami ancaman digital dan masih mudah percaya pada iming-iming hadiah. Salah satu modus yang kembali marak adalah SMS berhadiah palsu, namun kini dikemas lebih menarik dan relevan dengan dunia anak muda — seperti hadiah gawai terbaru, pulsa gratis, atau beasiswa.
Pesan yang dikirimkan biasanya menggunakan bahasa yang ceria dan penuh antusiasme. Contohnya, “Selamat! Kamu terpilih sebagai pemenang iPhone 15 dari undian pelajar cerdas. Klik link ini untuk klaim hadiahmu sekarang!” Sekilas, pesan tersebut terlihat tidak berbahaya. Namun begitu link diklik, anak-anak diarahkan ke situs palsu yang meminta informasi pribadi seperti nama lengkap, nomor HP, alamat rumah, hingga nama orang tua.
Beberapa situs juga menyisipkan permintaan untuk mengunduh aplikasi tertentu atau mengisi data akun media sosial. Di sinilah celah besar terbuka. Data yang dikumpulkan bisa digunakan untuk tindak kejahatan lebih lanjut, seperti pencurian identitas, penipuan lewat akun palsu, hingga upaya manipulasi keuangan orang tua melalui anak.
Lebih canggih lagi, beberapa penipu membuat kuis atau form yang terlihat edukatif, dengan embel-embel “pendataan siswa berprestasi nasional”. Jika anak-anak mengisinya tanpa bimbingan, data tersebut akan langsung masuk ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab. Mereka juga bisa diminta mengirimkan foto KTP orang tua atau kartu pelajar sebagai syarat pengambilan hadiah, yang justru makin membahayakan.
Fenomena ini menandakan bahwa dunia kejahatan digital tak lagi menyasar orang dewasa saja. Generasi muda yang aktif menggunakan ponsel dan media sosial juga jadi incaran utama. Penipu memahami bahwa anak-anak lebih mudah tergiur oleh imbalan langsung, dan belum memiliki filter kritis untuk membedakan mana informasi yang sahih dan mana yang mencurigakan.
Untuk mencegah lebih banyak korban, perlu ada peran aktif dari orang tua dan guru dalam memberikan edukasi tentang penipuan digital kepada anak-anak. Informasi seperti tidak sembarang klik link, tidak memberikan data pribadi kepada pihak asing, serta pentingnya konfirmasi kepada orang dewasa harus terus diulang dan ditekankan.
Sekolah juga perlu mengintegrasikan literasi digital ke dalam kurikulum harian, termasuk mengenalkan berbagai bentuk penipuan online yang lazim terjadi. Pelatihan sederhana tentang keamanan siber, pengenalan situs resmi, dan pentingnya menjaga kerahasiaan akun bisa menjadi investasi besar untuk melindungi generasi muda dari jebakan online.
Selain itu, pemerintah dan penyedia layanan seluler juga perlu aktif memblokir nomor-nomor yang terindikasi digunakan untuk penipuan berulang. Laporan dari masyarakat harus ditindaklanjuti secara cepat agar tidak makin banyak anak-anak yang menjadi sasaran penipuan yang memanfaatkan rasa ingin tahu dan ketidaktahuan mereka.
Modus SMS berhadiah mungkin terlihat sepele, tapi bila menyasar anak-anak, dampaknya bisa sangat luas. Data yang bocor hari ini bisa menjadi pintu masuk kejahatan yang lebih besar di kemudian hari. Karena itu, kewaspadaan dan edukasi harus dimulai sejak dini, agar anak-anak tumbuh dengan kesadaran digital yang kuat dan tidak mudah tertipu oleh jebakan hadiah yang hanya manis di awal, namun beracun di akhir.