Dalam beberapa tahun terakhir, istilah “trading emas” semakin populer di kalangan masyarakat. Banyak orang tergiur untuk terjun ke dalam bisnis ini karena dijanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat, tanpa perlu memiliki pengetahuan mendalam soal pasar komoditas. Namun di balik kilauan emas, terdapat modul penipuan terselubung yang memanfaatkan citra kemewahan dan ketidaktahuan masyarakat soal mekanisme perdagangan logam mulia.
Modus penipuan dalam trading emas palsu biasanya berawal dari promosi yang masif, baik di media sosial, grup percakapan, hingga seminar-seminar bertema investasi. Para pelaku menciptakan citra eksklusif dan profesional: menggunakan logo menyerupai lembaga resmi, menyewa kantor mewah, hingga menampilkan tampilan aplikasi investasi yang terlihat canggih. Tujuannya satu—membangun kepercayaan calon korban secepat mungkin agar bersedia menyetor dana.
Yang dijual biasanya bukan emas fisik, melainkan akun trading emas digital. Dalam sistem ini, peserta diminta menyetorkan sejumlah uang yang diklaim akan diperdagangkan oleh tim ahli atau sistem otomatis. Pelaku menjanjikan keuntungan tetap per bulan, kadang disebut dalam bentuk profit sharing, dengan angka yang sangat tinggi dan tidak realistis. Penawaran seperti ini menyesatkan karena dalam dunia trading, tidak ada jaminan keuntungan tetap, apalagi dalam jangka waktu pendek.
Bahaya utama dari modus ini adalah tidak adanya underlying asset yang nyata. Artinya, dana yang disetorkan peserta tidak benar-benar dipakai untuk membeli atau memperdagangkan emas. Tidak ada transaksi di bursa resmi, tidak ada transparansi soal pergerakan harga, dan tidak ada bukti bahwa emas yang dimaksud pernah benar-benar dimiliki atau ditransfer. Semua hanya berbentuk angka digital di sistem milik pelaku, yang sewaktu-waktu bisa dimanipulasi atau hilang tanpa jejak.
Selain itu, banyak pelaku menggunakan gaya hidup mewah sebagai alat promosi. Mereka memamerkan mobil mewah, liburan eksklusif, dan gedung kantor berkelas untuk meyakinkan korban bahwa bisnis mereka sukses. Padahal, kemewahan tersebut sering kali disubsidi dari uang pendaftaran atau setoran investor sebelumnya—bukan dari hasil perdagangan nyata. Ini menciptakan ilusi stabilitas, padahal sistemnya rapuh dan bisa runtuh kapan saja.
Penipuan ini semakin berbahaya karena menyasar berbagai kalangan: mulai dari pelajar, pekerja muda, hingga pensiunan. Banyak dari mereka yang tidak memiliki latar belakang finansial atau pengetahuan pasar, sehingga mudah terjebak pada janji-janji yang terdengar profesional tapi menyesatkan. Dalam beberapa kasus, korban bahkan meminjam uang atau menjual aset pribadi demi “investasi” yang sebenarnya tidak memiliki dasar hukum maupun bukti aset riil.
Ciri-ciri umum dari modus ini antara lain: tidak adanya izin dari OJK atau BAPPEBTI, janji keuntungan tetap, tekanan untuk menyetor cepat, dan sistem referral yang memberikan bonus jika berhasil mengajak orang lain. Jika penawaran semacam ini muncul tanpa kejelasan tentang mekanisme perdagangan dan tanpa akses transparan terhadap data pasar, maka besar kemungkinan itu adalah penipuan.
Penting untuk diingat bahwa investasi di emas yang sah biasanya dilakukan melalui pembelian fisik di toko resmi, tabungan emas di lembaga terpercaya, atau melalui bursa berjangka yang terdaftar. Semua aktivitas tersebut disertai dokumentasi legal dan bisa dilacak transaksinya. Jika sebuah sistem hanya menampilkan “saldo” digital tanpa bukti kepemilikan emas atau transaksi pasar terbuka, masyarakat perlu curiga dan menolak terlibat.
Edukasi tentang mekanisme investasi yang benar sangat penting, terutama di era digital di mana penipuan bisa menyamar dengan sangat rapi. Masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk mengevaluasi legalitas, memahami risiko, dan menghindari keputusan finansial yang didasarkan pada emosi atau tekanan sosial. Kilau emas tidak selalu berarti peluang nyata—kadang hanya cermin untuk menipu keyakinan kita.