Teknologi deepfake yang awalnya dikembangkan untuk keperluan hiburan dan kecerdasan buatan kini berbalik arah menjadi senjata bagi para pelaku penipuan. Dengan kemampuan untuk merekayasa wajah dan suara seseorang secara sangat realistis, para penipu memanfaatkan teknologi ini untuk menciptakan konten palsu yang meyakinkan, terutama dalam upaya menipu secara emosional atau finansial. Yang menjadi sasaran utama biasanya adalah individu yang mudah tersentuh oleh ajakan pribadi, seperti kerabat, teman lama, atau figur publik.
Modus deepfake yang digunakan bisa berupa video call palsu dari seseorang yang dikenal, cuplikan video singkat yang terlihat seolah-olah benar-benar diucapkan oleh orang yang dipercaya, atau bahkan voice note berisi suara buatan yang nyaris tidak bisa dibedakan dari suara asli. Ketika korban menerima pesan dari “anak”, “pasangan”, atau “atasan”, dengan wajah dan suara yang familiar, mereka cenderung bereaksi spontan tanpa berpikir panjang.
Salah satu taktik yang semakin sering terjadi adalah permintaan dana mendesak. Contohnya, seseorang menerima pesan video dari kerabat yang tampak menangis, mengatakan bahwa mereka sedang dalam bahaya dan butuh uang segera. Karena videonya terlihat nyata dan emosional, korban mudah terbujuk untuk langsung mengirim uang tanpa verifikasi.
Yang membuat penipuan dengan deepfake makin berbahaya adalah kecepatan penyebarannya. Hanya dengan satu unggahan di media sosial atau pesan berantai di grup WhatsApp, video palsu ini bisa menimbulkan kepanikan massal atau penipuan yang menjaring banyak korban sekaligus. Tak jarang pula konten deepfake digunakan untuk menjatuhkan reputasi tokoh publik atau memicu konflik di masyarakat.
Penting untuk menyadari bahwa teknologi seperti ini tidak hanya digunakan oleh penjahat dengan kemampuan tinggi. Kini, berbagai aplikasi gratis yang tersedia secara online memungkinkan siapa saja untuk membuat konten deepfake dalam hitungan menit. Hal ini membuka peluang besar bagi penyalahgunaan secara luas dan tidak terkendali.
Masyarakat perlu dibekali pemahaman bahwa tidak semua yang terlihat nyata di layar adalah kebenaran. Ketika menerima pesan video atau suara dari seseorang yang mengklaim sedang dalam situasi darurat, verifikasi menjadi langkah krusial. Hubungi langsung orang tersebut melalui jalur komunikasi lain, tanyakan hal pribadi yang tidak bisa diketahui oleh orang asing, dan waspadai jika ada permintaan uang mendesak.
Pemerintah, lembaga pendidikan, dan platform digital harus berperan aktif dalam mengedukasi pengguna mengenai bahaya deepfake. Deteksi konten palsu perlu menjadi bagian dari literasi digital, sama pentingnya dengan mengenali berita bohong dan tautan berbahaya. Selain itu, pengembangan teknologi pendeteksi deepfake juga perlu didorong agar bisa menyaingi kecepatan perkembangan teknik manipulatif ini.
Deepfake adalah pengingat bahwa di dunia maya, mata dan telinga kita bisa dibohongi. Maka dari itu, langkah paling aman adalah selalu skeptis terhadap konten digital yang menimbulkan reaksi emosional besar, apalagi jika dibarengi permintaan pribadi atau keuangan. Tetap kritis, tetap aman.