Di tengah kebutuhan ekonomi yang makin mendesak dan tingkat persaingan kerja yang semakin tinggi, lowongan pekerjaan menjadi harapan besar bagi jutaan orang. Sayangnya, harapan itu sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Penipuan berkedok lowongan kerja terus menjamur, menjebak mereka yang sedang berjuang demi masa depan yang lebih baik.
Modus ini begitu licik karena menyamar dalam bentuk yang sangat meyakinkan. Pelaku membuat pengumuman lowongan kerja lengkap dengan logo perusahaan terkenal, alamat kantor, bahkan surat panggilan yang tampak resmi. Korban yang melihat iklan tersebut merasa mendapat peluang emas—apalagi jika tawaran gaji dan fasilitas terlihat menggiurkan, bahkan untuk posisi yang tidak membutuhkan pengalaman tinggi.
Penipu biasanya menyebarkan informasi melalui media sosial, grup WhatsApp, atau situs rekrutmen abal-abal yang sengaja dibuat menyerupai website asli. Banyak korban yang tak menyadari bahwa mereka sedang diarahkan ke dalam jebakan sistematis. Segalanya tampak profesional dan terorganisir, padahal itu hanyalah panggung penipuan.
Setelah korban mengirim lamaran, mereka akan segera menerima balasan yang berisi undangan wawancara atau pemberitahuan diterima kerja. Inilah titik di mana tipu daya dimulai. Pelaku mulai meminta korban untuk membayar berbagai “biaya administrasi”—mulai dari uang registrasi, biaya tes kesehatan, pelatihan awal, hingga akomodasi. Jumlahnya bisa ratusan ribu hingga jutaan rupiah, tergantung seberapa besar rasa percaya yang berhasil dibangun.
Yang menyedihkan, tidak sedikit pencari kerja yang menggadaikan barang berharga atau meminjam uang demi bisa membayar biaya tersebut. Mereka percaya, setelah melewati tahapan itu, pekerjaan impian akan menanti. Namun kenyataan berkata lain. Setelah uang ditransfer, komunikasi tiba-tiba terputus. Nomor tidak bisa dihubungi, lokasi kantor fiktif, dan semua harapan runtuh begitu saja.
Penipuan berkedok lowongan kerja menyasar berbagai kalangan, dari lulusan baru hingga mereka yang sudah berpengalaman. Bahkan sektor-sektor yang sedang populer seperti kerja di luar negeri, operator pabrik, staf bandara, hingga petugas keamanan menjadi umpan empuk bagi penipu. Mereka memainkan satu hal: harapan orang untuk memperbaiki hidup.
Mencegah diri agar tidak menjadi korban butuh lebih dari sekadar hati-hati. Penting untuk melakukan verifikasi menyeluruh terhadap setiap informasi lowongan kerja yang diterima. Cek ulang situs resmi perusahaan, pastikan alamat email dan nomor kontak benar-benar valid, dan hindari proses rekrutmen yang memungut biaya dalam bentuk apa pun. Perusahaan resmi tidak akan meminta uang dari calon pekerjanya.
Jangan mudah tergiur oleh janji pekerjaan dengan iming-iming cepat masuk kerja, gaji tinggi, dan tidak perlu seleksi ketat. Semakin tidak masuk akal penawarannya, semakin besar kemungkinan itu adalah penipuan. Waspadai juga proses seleksi yang terlalu cepat, tanpa wawancara langsung, dan tidak memperjelas detail kontrak kerja.
Bagi mereka yang sedang berjuang mendapatkan pekerjaan, penting untuk selalu melibatkan orang terdekat dalam proses pencarian kerja. Ceritakan setiap informasi yang diterima, dan jangan memutuskan sendiri terutama jika menyangkut transfer uang. Terkadang, perspektif luar bisa menjadi penyelamat dari keputusan yang tergesa-gesa.
Penipuan dengan kedok lowongan kerja tidak hanya mencuri uang, tetapi juga mencuri harapan dan rasa percaya diri korban. Ia meninggalkan luka yang sulit disembuhkan, apalagi bagi mereka yang sudah terlalu lama menganggur dan berharap satu peluang bisa mengubah hidup. Maka dari itu, edukasi dan kehati-hatian harus terus ditanamkan.
Di tengah maraknya penipuan semacam ini, masyarakat harus saling mengingatkan dan berbagi informasi. Jangan biarkan satu orang pun berjalan sendiri dalam kegelapan hanya karena terlalu percaya pada janji kerja. Dunia kerja memang keras, tapi jangan biarkan penipuan membuat perjuangan mencari nafkah menjadi tragedi yang memilukan.