Penipuan dengan dalih pemutusan kartu ATM kini jadi salah satu taktik favorit pelaku kejahatan digital. Dengan mengaku sebagai petugas bank, pelaku menelpon calon korban dan memberitahukan bahwa kartu ATM mereka akan segera diblokir atau dinonaktifkan karena alasan keamanan, pembaruan sistem, atau dugaan transaksi mencurigakan.
Dalam kondisi panik, korban sering kali langsung mengikuti arahan pelaku. Mereka diminta untuk “memverifikasi” data pribadi seperti nomor kartu, tanggal kedaluwarsa, tiga angka di belakang kartu (CVV), hingga kode OTP yang dikirim melalui SMS. Begitu semua data diserahkan, pelaku langsung menguras rekening korban.
Modus ini bekerja sangat efektif karena dibalut dengan bahasa profesional dan disampaikan secara meyakinkan. Pelaku mengaku dari divisi keamanan bank, menggunakan istilah-istilah teknis, dan bahkan menyebutkan data korban yang tampak valid — hasil dari kebocoran data atau rekayasa sosial sebelumnya.
Sebagian besar korban baru sadar setelah saldo mereka mendadak nol. Saat melapor ke pihak bank, biasanya sudah terlambat karena transaksi telah selesai dan dana berpindah ke rekening lain. Penelusuran pun sulit dilakukan, karena rekening pelaku biasanya fiktif atau langsung dikosongkan ke dompet digital anonim.
Yang lebih meresahkan, pelaku kerap menelepon pada jam-jam sibuk atau malam hari, saat korban sedang tidak fokus. Mereka memanfaatkan kondisi emosional dan kelelahan korban agar lebih mudah dikendalikan secara psikologis. Terkadang, nada bicara pelaku juga dibuat seolah-olah terburu-buru, agar korban tidak sempat berpikir panjang.
Bank tidak pernah meminta informasi sensitif seperti PIN, CVV, atau kode OTP melalui telepon. Semua permintaan semacam itu adalah indikasi jelas dari sebuah penipuan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk selalu waspada dan tidak memberikan data pribadi kepada siapa pun melalui sambungan telepon.
Jika menerima panggilan mencurigakan yang mengatasnamakan pihak bank, segera tutup dan hubungi langsung call center resmi bank yang bersangkutan. Verifikasi informasi langsung dari sumber yang terpercaya selalu lebih aman dibanding merespons tekanan dari penelepon asing.
Penipuan dengan modus pemutusan kartu ATM ini menarget siapa saja—baik mahasiswa, pekerja kantoran, hingga lansia. Semua berpotensi menjadi korban jika tidak memiliki literasi keuangan dan digital yang memadai. Oleh sebab itu, kampanye edukasi dan kewaspadaan harus terus digalakkan.