Di tengah kebutuhan internet yang tinggi, tawaran paket data gratis tentu terdengar sangat menggoda, apalagi jika diklaim berasal dari operator besar atau lembaga resmi pemerintah. Sayangnya, banyak dari tawaran ini hanyalah tipu muslihat yang digunakan pelaku kejahatan siber untuk mencuri informasi pribadi, membajak akun, atau bahkan menguras isi dompet digital korban.
Modusnya terlihat sederhana namun sangat efektif. Penipu membuat postingan di media sosial—baik dalam bentuk gambar, video, maupun tautan—yang mengabarkan adanya program paket data gratis, misalnya “Dapatkan 30 GB Data Gratis untuk Pelajar”, “Paket Data Bantuan Covid-19 Kembali Dibuka”, atau “Internet Gratis untuk Semua Pelanggan”. Postingan ini disertai link yang disebut sebagai formulir klaim, lengkap dengan instruksi meyakinkan.
Begitu korban mengklik tautan tersebut, mereka diarahkan ke sebuah halaman yang menyerupai situs resmi operator atau kementerian. Di sana, pengguna diminta mengisi data pribadi seperti nama, nomor telepon, NIK, email, hingga nama ibu kandung—data-data yang biasanya digunakan untuk verifikasi identitas digital. Tidak sedikit pula yang diminta untuk mengunduh aplikasi tertentu atau mengirim kode OTP sebagai bagian dari “proses validasi”.
Di sinilah bahaya mengintai. Informasi yang dimasukkan ke situs palsu tersebut akan disimpan oleh penipu, yang kemudian menggunakannya untuk membobol akun korban, mengakses layanan keuangan, atau bahkan mendaftarkan korban ke layanan pinjaman online tanpa sepengetahuan mereka. Dalam beberapa kasus, aplikasi yang diminta untuk diunduh ternyata berisi spyware yang diam-diam mencatat aktivitas korban.
Yang membuat penipuan ini begitu menyebar luas adalah karena sifatnya yang viral. Penipu akan mendorong korban untuk menyebarkan tautan ke teman-teman atau grup dengan janji bahwa semakin banyak yang bergabung, semakin besar peluang mendapat paket data. Akibatnya, penyebaran menjadi masif, dan semakin banyak orang yang ikut terjebak dalam skema ini.
Modus ini sering muncul di masa-masa tertentu, seperti awal tahun ajaran baru, masa darurat nasional, atau saat operator resmi memang sedang memberikan bonus data. Situasi ini membuat korban semakin percaya karena penipuan seolah-olah terjadi dalam konteks yang “masuk akal”.
Untuk menghindari penipuan semacam ini, pengguna harus lebih kritis dan waspada terhadap setiap tawaran yang datang dari sumber tak resmi. Pastikan informasi hanya diambil dari akun media sosial terverifikasi atau situs web resmi. Jangan pernah memberikan data sensitif di situs yang tidak menggunakan protokol aman (HTTPS) atau yang tidak jelas asal-usulnya. Dan yang paling penting, jangan sembarangan membagikan tautan yang belum jelas kebenarannya.
Penipuan berkedok paket data gratis menunjukkan bagaimana pelaku siber memanfaatkan kebutuhan dasar masyarakat untuk menjebak dan merugikan. Dalam dunia digital yang semakin kompleks, kehati-hatian dan literasi menjadi benteng utama. Ingatlah, tidak semua yang terlihat gratis benar-benar bebas dari bahaya.