Fenomena penipuan melalui telepon kembali marak, kali ini dengan modus yang sangat meresahkan: pelaku mengaku sebagai penculik anak korban. Dengan suara yang meyakinkan dan skenario yang dibuat menyerupai kondisi darurat, banyak orang terjebak dalam kepanikan dan langsung mengikuti permintaan si penipu.
Kasus seperti ini diawali dengan telepon dari nomor tidak dikenal. Di ujung sambungan, terdengar suara tangisan anak kecil yang menyebut “mama” atau “papa”, disusul suara seseorang yang mengaku menculik anak tersebut. Penipu kemudian menuntut uang tebusan yang harus segera dikirim agar anak tidak disakiti.
Dalam situasi panik dan penuh ketakutan, sebagian orang langsung mempercayai apa yang mereka dengar. Apalagi jika si penipu bisa menyebutkan nama anak, alamat rumah, atau sekolah, yang membuat semuanya terdengar sangat nyata. Padahal informasi semacam ini bisa dengan mudah diambil dari media sosial atau sumber data yang bocor.
Tekanan waktu menjadi kunci keberhasilan modus ini. Penipu sengaja mendesak korban agar tidak sempat memverifikasi keadaan yang sebenarnya. Mereka menakut-nakuti korban dengan kalimat-kalimat ancaman dan membuat korban merasa tak punya pilihan lain selain mentransfer uang dalam waktu singkat.
Tak sedikit pelaku yang menggunakan rekaman suara, aplikasi pengubah suara, bahkan rekaman anak korban yang mungkin pernah beredar di media sosial. Hal ini membuat situasi makin meyakinkan dan sulit dibedakan dengan kondisi nyata.
Korban baru sadar tertipu setelah mencoba menghubungi anak mereka melalui nomor yang biasa digunakan. Ketika mengetahui bahwa anak dalam keadaan baik-baik saja, barulah mereka menyadari bahwa telah menjadi korban penipuan yang sangat canggih dan licik.
Banyak orang mengaku bahwa saat kejadian berlangsung, mereka tidak bisa berpikir logis. Rasa takut kehilangan orang tercinta membuat logika dan akal sehat tertutup oleh emosi. Inilah yang dimanfaatkan betul oleh para pelaku kejahatan.
Pihak berwenang mengimbau masyarakat agar tetap tenang jika menerima telepon dengan isi ancaman semacam itu. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghubungi orang terdekat atau pihak sekolah untuk memastikan keadaan anak.
Edukasi digital dan komunikasi terbuka dalam keluarga sangat penting untuk mencegah kejadian serupa. Orang tua, terutama yang sudah lanjut usia, perlu diberi pemahaman tentang berbagai modus penipuan agar tidak mudah menjadi korban.
Dengan kewaspadaan dan pemahaman yang cukup, masyarakat bisa lebih siap menghadapi penipuan berkedok penculikan seperti ini. Jangan mudah percaya, jangan panik, dan pastikan dulu semua informasi sebelum mengambil keputusan penting.