Grup WhatsApp telah menjadi ruang komunikasi utama bagi banyak orang. Baik itu untuk komunitas sekolah, arisan keluarga, grup kerja, atau organisasi sosial, keberadaan admin dalam grup dianggap sebagai simbol pengelola yang terpercaya. Namun kepercayaan ini kini dimanfaatkan oleh pelaku penipuan siber. Salah satu modus yang makin marak adalah penipuan melalui pesan WhatsApp yang mengaku sebagai admin grup, dengan tujuan akhir mencuri uang atau data pribadi anggotanya.
Modus ini bekerja secara rapi. Pelaku terlebih dahulu masuk ke dalam sebuah grup WhatsApp, baik melalui undangan terbuka, tautan publik, atau rekayasa sosial. Dalam kasus lain, mereka bahkan membuat tiruan grup yang sangat mirip dengan grup asli, lengkap dengan nama, foto, dan anggota yang dicatut dari tangkapan layar. Setelah itu, mereka berpura-pura menjadi admin, baik dengan mengganti nama dan foto profil, atau menciptakan akun palsu yang menyerupai admin asli.
Begitu mendapat perhatian anggota, penipu mulai menjalankan aksinya. Mereka mengirimkan pesan pribadi yang tampak meyakinkan, seolah berasal dari pihak resmi. Pesan tersebut biasanya berkaitan dengan pengumpulan dana, pendaftaran acara, atau konfirmasi hadiah yang katanya diberikan untuk anggota grup. Dalam beberapa kasus, penipu menyampaikan bahwa anggota tertentu belum melunasi iuran atau perlu membayar biaya tambahan agar tetap terdaftar dalam keanggotaan.
Untuk menguatkan narasi, mereka menyertakan data palsu seperti daftar anggota yang sudah membayar, nomor rekening atas nama pribadi, atau bahkan tautan menuju “formulir” yang sebenarnya adalah situs phising. Karena pesan tersebut datang dari seseorang yang dianggap sebagai admin, banyak anggota yang menurut tanpa verifikasi lebih lanjut.
Korban baru menyadari telah tertipu ketika dana telah dikirim namun tidak ada konfirmasi lebih lanjut. Saat mencoba menghubungi admin asli, barulah terungkap bahwa pesan tersebut bukan berasal dari pengelola grup yang sebenarnya. Dalam beberapa kasus, korban bahkan diminta mengirim data pribadi seperti KTP, nomor rekening, dan email aktif—yang kemudian disalahgunakan untuk tindakan penipuan lanjutan.
Yang membuat modus ini semakin efektif adalah kecepatan dan keakraban dalam komunikasi grup. Di dalam suasana informal dan saling percaya, anggota jarang memverifikasi ulang identitas pengirim pesan. Bahkan beberapa korban merasa tidak enak hati jika mempertanyakan permintaan dari sosok yang dikira sebagai admin, karena takut dianggap tidak patuh atau merusak suasana.
Penipuan semacam ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tapi juga merusak hubungan dan kepercayaan antar anggota komunitas. Banyak grup menjadi kacau, saling tuding, bahkan bubar karena munculnya rasa curiga. Reputasi pengurus atau admin grup yang sebenarnya pun ikut tercoreng, padahal mereka sama sekali tidak terlibat.
Untuk mencegah kejadian ini, penting bagi semua pengguna WhatsApp—terutama yang tergabung dalam banyak grup—untuk menjaga protokol keamanan komunikasi. Admin grup disarankan untuk menyampaikan informasi penting hanya melalui pengumuman grup (bukan pesan pribadi), serta menegaskan kepada anggota agar tidak melakukan transaksi atau memberikan data atas dasar pesan pribadi tanpa konfirmasi langsung.
Selain itu, anggota grup harus lebih kritis. Jika menerima pesan pribadi yang mengaku dari admin, pastikan kembali keaslian pengirimnya, baik dengan membalas langsung di grup terbuka atau menghubungi admin melalui jalur resmi. Jangan pernah mentransfer uang ke rekening atas nama pribadi tanpa konfirmasi menyeluruh, dan hindari mengisi formulir dari tautan yang mencurigakan.
Penipuan digital terus berkembang, menyesuaikan diri dengan kebiasaan masyarakat. Maka, semakin akrab dan nyaman kita dalam ruang digital, semakin tinggi pula kewaspadaan yang harus kita miliki. Jangan sampai kepercayaan yang dibangun dalam komunitas virtual menjadi pintu masuk bagi penjahat siber yang siap merampas dengan cara halus namun merusak.