Di tengah tingginya minat masyarakat terhadap investasi properti, berbagai penawaran menggiurkan bermunculan dari segala arah. Salah satu tren yang kian marak adalah promosi proyek properti melalui jalur pribadi — entah itu lewat WhatsApp, Telegram, atau DM media sosial. Pesannya terlihat profesional, menggunakan bahasa persuasif, serta disertai foto-foto rumah, apartemen, atau tanah kavling yang tampak mewah. Tapi sayangnya, tak semua yang terlihat menjanjikan itu nyata. Di balik kampanye yang tampak meyakinkan, tersembunyi skema penipuan proyek properti fiktif yang telah menjerat banyak korban.
Modus ini kerap dimulai dengan pesan masuk dari nomor yang tak dikenal. Dalam pesan tersebut, pengirim mengaku sebagai marketing properti dari developer ternama yang sedang membuka penawaran terbatas. Mereka menyebutkan bahwa unit sedang promo besar-besaran, DP ringan, cicilan langsung tanpa BI checking, hingga potongan harga khusus untuk pendaftar awal. Semua disusun dengan cermat untuk menciptakan rasa urgensi — seolah kesempatan ini hanya datang sekali seumur hidup.
Agar lebih meyakinkan, pelaku menyertakan foto lokasi, denah bangunan, bahkan brosur digital lengkap dengan logo developer. Mereka juga membagikan testimoni “pembeli lain” yang telah lebih dulu membeli unit, menunjukkan bukti transfer, dan status “booking” yang cepat habis. Korban yang tertarik lalu diminta untuk membayar biaya pemesanan atau tanda jadi — jumlahnya bisa bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah, tergantung skema yang digunakan. Dana itu diklaim akan menjamin slot unit dan digunakan sebagai bagian dari proses akad atau pengikatan awal.
Namun setelah uang ditransfer, komunikasi mulai terganggu. Nomor marketing sulit dihubungi, kantor yang katanya bisa dikunjungi ternyata fiktif atau tutup permanen, dan proyek yang dijanjikan tak pernah benar-benar ada. Ketika korban mencoba melacak lokasi pembangunan, yang ditemukan hanyalah lahan kosong atau bangunan yang tak sesuai dengan janji. Dalam kasus yang lebih licik, pelaku bahkan membuat peta lokasi palsu yang dipalsukan secara digital untuk mengelabui korban.
Yang membuat modus ini berbahaya adalah pendekatannya yang personal dan sangat persuasif. Mereka tidak memasang iklan terbuka, melainkan menyasar satu per satu lewat jalur pribadi, sehingga calon korban merasa mendapatkan penawaran eksklusif. Teknik ini efektif, karena membuat orang merasa spesial — dan karena bersifat tertutup, lebih sulit dilacak secara hukum.
Korban umumnya adalah masyarakat yang ingin membeli properti untuk pertama kalinya, atau mereka yang sedang mencari alternatif investasi jangka panjang. Tidak sedikit pula yang tergoda karena skema “cicilan tanpa bank” yang ditawarkan, membuat mereka merasa tidak perlu repot dengan proses kredit formal. Di sinilah pelaku mengambil celah: menawarkan kemudahan palsu yang terasa sangat nyata bagi mereka yang ingin punya aset tapi terkendala persyaratan resmi.
Setelah kasus terungkap, korban sering kali kesulitan mendapatkan keadilan. Pelaku menggunakan identitas palsu, rekening atas nama orang lain, dan berpindah-pindah platform. Laporan ke pihak berwajib kerap terkendala minimnya bukti fisik atau data yang bisa diverifikasi. Akhirnya, yang tersisa hanyalah penyesalan — bukan hanya karena kehilangan uang, tapi karena merasa telah dikhianati oleh janji palsu yang disampaikan secara pribadi dan meyakinkan.
Penipuan proyek properti fiktif via chat pribadi adalah bentuk kejahatan modern yang menyasar impian masyarakat tentang kepemilikan rumah atau lahan. Penawaran yang dibalut dengan kata-kata manis dan foto menarik hanyalah selubung untuk menutupi lubang jebakan di dalamnya. Ketika uang sudah berpindah tangan, kebenaran yang pahit mulai terlihat, dan semua janji indah berubah jadi hampa.
Di tengah semangat memiliki properti, masyarakat perlu menyadari bahwa langkah besar seperti ini tak boleh dilakukan hanya berdasarkan percakapan singkat atau tawaran dadakan. Investasi properti membutuhkan proses, verifikasi, dan legalitas yang jelas. Jangan pernah menyerahkan uang hanya karena tergiur potongan harga atau takut kehilangan kesempatan emas. Sebab jika tak hati-hati, yang hilang bukan hanya uang, tapi juga mimpi yang telah dibangun bertahun-tahun lamanya.