Investasi tanah kavling kerap menjadi pilihan bagi masyarakat yang ingin memiliki aset tetap dengan harapan nilai jualnya meningkat seiring waktu. Namun, di balik keuntungan yang menjanjikan, ada modus penipuan yang sangat merugikan, yaitu penawaran proyek tanah kavling fiktif dengan menggunakan foto dari Google atau sumber internet lainnya. Modus ini menyasar calon pembeli yang kurang melakukan survei lapangan dan hanya mengandalkan brosur atau foto daring sebagai acuan.
Penipuan ini biasanya dimulai dengan promosi masif melalui media sosial, pesan berantai, atau grup komunitas investasi. Pelaku mengunggah foto-foto lahan yang tampak strategis—dekat jalan raya, bandara, atau kawasan berkembang—lengkap dengan desain tata letak kavling, peta lokasi, dan detail harga yang jauh lebih murah dibanding harga pasaran. Pelaku juga mencantumkan kalimat-kalimat meyakinkan seperti “legalitas aman”, “siap bangun”, dan “bebas sengketa”.
Saat ada calon pembeli yang tertarik, pelaku akan menjadwalkan pertemuan atau bahkan melakukan “survey” bersama ke lokasi tertentu. Tapi yang sering terjadi, lokasi tersebut bukan milik pelaku, atau tidak sesuai dengan yang dipromosikan. Ada juga pelaku yang menghindar dengan alasan “tanah sedang dibersihkan”, “masih dalam proses pecah sertifikat”, atau “dilarang masuk dulu karena sedang dalam pengurusan izin”.
Pembeli kemudian diminta segera mentransfer uang sebagai tanda jadi atau uang muka, dengan alasan unit terbatas dan banyak peminat. Setelah uang ditransfer, pelaku perlahan menghilang. Dalam banyak kasus, lokasi yang dijanjikan ternyata tidak ada, bukan tanah kavling, atau bahkan milik pihak lain. Foto-foto yang sebelumnya ditampilkan ternyata diambil dari Google Maps atau situs properti lain tanpa izin.
Modus seperti ini sangat merugikan, terutama bagi mereka yang membeli dengan niat jangka panjang untuk membangun rumah atau investasi keluarga. Tak hanya uang yang hilang, tapi juga rencana masa depan yang telah disusun dengan harapan tinggi.
Untuk menghindari penipuan ini, pembeli tanah kavling harus melakukan survei langsung ke lokasi dan memverifikasi semua dokumen legalitas, seperti sertifikat hak milik (SHM), izin peruntukan lahan, dan bukti kepemilikan asli. Jangan hanya mengandalkan brosur atau foto digital yang bisa dimanipulasi.
Periksa juga apakah pengembang atau penjual memiliki izin usaha properti dan terdaftar di asosiasi resmi. Jika perlu, minta pendampingan dari notaris atau ahli properti yang bisa membantu memeriksa dokumen dan keabsahan proyek. Jangan mudah tergiur dengan harga murah, bonus hadiah, atau diskon yang hanya berlaku “hari ini saja”.
Penipuan tanah kavling fiktif adalah pengingat bahwa aset tetap seperti tanah pun bisa menjadi komoditas penipuan, jika kita tidak cukup teliti. Investasi yang aman harus dimulai dengan langkah bijak—selalu pastikan kebenaran sebelum percaya, dan pastikan bukti sebelum membayar.