Dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya investasi halal dan sesuai syariat Islam, produk-produk seperti reksadana syariah mulai diminati berbagai kalangan, termasuk komunitas keagamaan seperti majelis taklim. Sayangnya, tren positif ini dimanfaatkan oleh pelaku penipuan yang menawarkan investasi reksadana syariah palsu dengan dalih kesesuaian syariah, padahal sebenarnya hanya akal-akalan untuk menarik dana masyarakat.
Modus penipuan ini biasanya dimulai dengan pendekatan personal. Pelaku mengaku sebagai perwakilan dari perusahaan investasi syariah atau lembaga keuangan syariah tertentu. Mereka menyasar kelompok-kelompok pengajian atau majelis taklim yang dinilai memiliki ikatan kepercayaan kuat antar anggotanya. Dengan membawa jargon-jargon Islami, kutipan ayat, hingga tampilan visual bernuansa religius, pelaku membangun citra seolah mereka adalah bagian dari sistem ekonomi Islam yang terpercaya.
Investasi yang ditawarkan mengklaim mengikuti prinsip-prinsip syariah—tanpa riba, tanpa gharar, dan sesuai fatwa DSN-MUI. Pelaku menjanjikan imbal hasil tetap dan tinggi, misalnya 10%–15% per bulan, dengan dalih bahwa investasi mereka berbasis pada usaha produktif umat, seperti properti syariah, perdagangan halal, atau UMKM binaan. Tidak hanya itu, pelaku juga menyertakan proposal investasi yang tampak profesional dan testimoni palsu dari “jamaah yang sudah untung”.
Pada awalnya, mereka memperbolehkan pencairan keuntungan agar korban merasa aman dan percaya. Namun setelah dana mulai mengalir dalam jumlah besar, pembayaran mulai terhambat dengan alasan “keuangan sedang dialihkan ke proyek”, “bagi hasil akan disalurkan akhir tahun”, atau “sedang audit keuangan oleh syariah board”. Pada titik ini, komunikasi mulai tersendat, dan ketika korban menuntut haknya, pelaku sulit dihubungi atau menghilang.
Yang paling menyedihkan, penipuan ini tidak hanya mengincar dana, tetapi juga merusak kepercayaan dalam komunitas religius. Banyak korban merasa tertipu oleh sesama saudara seiman, dan merasa malu atau enggan melapor karena faktor sosial atau gengsi.
Untuk mencegah kejadian serupa, masyarakat harus menyadari bahwa tidak semua yang mengaku syariah benar-benar mengikuti prinsip syariah. Reksadana syariah yang sah pasti terdaftar dan diawasi oleh OJK serta memiliki manajer investasi resmi yang transparan dalam laporan keuangan dan portofolio asetnya.
Sebelum berinvestasi, cek terlebih dahulu nama produk dan perusahaan di situs OJK atau asosiasi manajer investasi. Jangan hanya percaya karena pengusungnya membawa nama agama. Verifikasi lebih penting daripada sekadar percaya pada penampilan atau ucapan manis.
Penipuan reksadana syariah palsu adalah pengingat bahwa penampilan religius bukan jaminan kejujuran. Waspada, teliti, dan selalu libatkan logika sehat dalam keputusan keuangan, meskipun tawaran tersebut dikemas dengan nilai-nilai agama yang kita hormati.