Kisah tentang perjuangan seorang ibu membesarkan anaknya tanpa dukungan siapa pun selalu menyentuh hati. Di media sosial, unggahan tentang ibu dan anak yang makan seadanya, tidur di emperan toko, atau berjalan kaki puluhan kilometer demi mencari nafkah, sering viral dalam waktu singkat. Gambar tangis anak kecil dalam pelukan ibunya disertai narasi pilu menjadi magnet simpati yang luar biasa. Sayangnya, kerap kali narasi ini justru dimanfaatkan oleh pelaku penipuan untuk meraup keuntungan, menyasar orang-orang baik hati yang tak sempat melakukan verifikasi.
Modus ini biasanya tersebar melalui media sosial, aplikasi pesan instan, atau forum donasi. Pelaku akan menyebarkan foto ibu dan anak, lengkap dengan cerita dramatis — bahwa sang ibu ditinggal suami, tidak punya tempat tinggal, atau tidak mampu memberi makan anaknya. Dalam narasi yang dirancang dengan sangat emosional itu, ditambahkan permintaan bantuan. Terkadang pelaku mengaku sebagai pihak ketiga yang menemukan keluarga tersebut, dan membuka donasi untuk mereka.
Nomor rekening atau e-wallet pun dicantumkan dengan alasan ingin segera membantu sang ibu dan anak yang konon tengah kelaparan. Beberapa bahkan mengunggah video yang tampak autentik, dengan suara tangisan dan dialog mengiba, yang sebenarnya bisa saja hasil rekayasa atau diambil tanpa izin dari orang yang sama sekali tak tahu mereka dijadikan bahan tipuan. Dalam kondisi seperti ini, banyak warganet yang langsung tergerak hati. Tanpa berpikir panjang, mereka transfer uang sebagai bentuk empati, dengan harapan dapat meringankan beban hidup sang ibu dan anak.
Namun belakangan diketahui, banyak dari cerita tersebut hanyalah rekaan. Foto dan video diambil dari unggahan lama yang tidak ada hubungannya dengan kasus yang dimaksud. Rekening yang tercantum ternyata milik pelaku sendiri, bukan penanggung jawab bantuan. Dalam beberapa kasus, bahkan sang ibu dan anak yang difoto tak tahu bahwa wajah mereka telah disebarkan ke internet dan digunakan untuk mengemis belas kasihan secara massal.
Kejadian seperti ini menyebabkan kerugian besar, baik secara finansial maupun emosional. Para donatur merasa tertipu, marah, dan kecewa — bukan hanya karena kehilangan uang, tetapi juga karena niat baik mereka telah dimanipulasi. Lebih dari itu, kepercayaan publik terhadap penggalangan dana darurat menjadi rusak. Ketika kisah benar-benar nyata datang, banyak orang menjadi ragu dan enggan membantu, karena takut dibohongi untuk kedua kalinya.
Untuk menghindari menjadi korban penipuan berkedok kisah ibu dan anak, penting untuk selalu melakukan verifikasi sebelum mentransfer donasi. Jangan langsung percaya pada unggahan yang hanya menyentuh perasaan. Tanyakan siapa penyebar informasi, apakah mereka bisa menunjukkan identitas yang jelas, apakah dana dikumpulkan atas seizin yang bersangkutan, dan apakah ada laporan penggunaan dana yang bisa ditelusuri. Hindari mengirim uang langsung ke rekening pribadi kecuali benar-benar yakin.
Platform donasi resmi bisa menjadi alternatif yang lebih aman, karena mereka biasanya melakukan proses verifikasi sebelum membuka penggalangan dana publik. Jika melihat konten serupa di media sosial, bantu dengan menyebarkan kesadaran untuk tidak asal menyumbang, bukan dengan menyebarkan kembali informasi mentah yang belum terbukti.
Empati adalah kekuatan besar yang bisa mengubah dunia. Namun tanpa kehati-hatian, empati juga bisa dijadikan alat kejahatan oleh mereka yang tak memiliki nurani. Maka kita semua dituntut untuk tetap peduli, tetapi dengan cara yang bertanggung jawab. Jangan biarkan niat baik Anda dikendalikan oleh narasi palsu yang dibuat untuk memperdaya. Karena di balik setiap cerita sedih yang beredar tanpa verifikasi, bisa jadi ada niat buruk yang sengaja mengincar kebaikan hati Anda.