Mafia tanah kembali menjadi sorotan publik setelah terungkapnya sejumlah kasus penyerobotan lahan milik warga dan badan hukum di berbagai wilayah Indonesia. Aksi para mafia tanah ini bukan hanya merugikan pemilik sah, tetapi juga mengganggu kepastian hukum serta investasi di sektor properti dan pembangunan. Presiden Joko Widodo sendiri telah beberapa kali menyuarakan keprihatinannya terhadap praktik ini dan memerintahkan aparat untuk bertindak tegas.
Modus operandi mafia tanah semakin canggih, mulai dari pemalsuan sertifikat, penguasaan lahan dengan intimidasi, hingga kolusi dengan oknum aparat dan pejabat daerah. Dalam banyak kasus, korban adalah masyarakat kecil yang tak memiliki akses hukum kuat atau tidak memahami prosedur administrasi pertanahan. Akibatnya, mereka kehilangan hak atas tanah yang telah ditempati secara turun-temurun.
Keberadaan mafia tanah juga menghambat program strategis nasional, seperti pembangunan infrastruktur dan perumahan rakyat. Ketika kepemilikan lahan dipermainkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, proyek pembangunan bisa tertunda atau bahkan gagal total. Hal ini jelas menjadi ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah membentuk Satuan Tugas Anti-Mafia Tanah. Satgas ini bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan untuk mengusut dan menindak para pelaku. Penguatan sistem digitalisasi sertifikat tanah juga tengah dilakukan guna meminimalkan manipulasi dokumen dan mempercepat pelayanan pertanahan.
Meski demikian, pemberantasan mafia tanah masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal penegakan hukum. Lemahnya koordinasi antar lembaga, keterbatasan SDM, dan budaya korupsi menjadi penghambat utama. Oleh karena itu, reformasi birokrasi di sektor agraria menjadi mutlak agar pelayanan publik lebih transparan dan akuntabel.
Selain tindakan hukum, masyarakat juga perlu diedukasi mengenai pentingnya legalitas dan tata kelola aset tanah. Sosialisasi terkait pendaftaran tanah, prosedur balik nama, hingga pentingnya menyimpan dokumen asli dengan baik harus diperluas, terutama di wilayah pedesaan. Pemberdayaan masyarakat agar lebih sadar hukum menjadi bagian penting dari solusi jangka panjang.
Mafia tanah adalah ancaman serius terhadap hak milik warga negara dan stabilitas nasional. Penanganan tidak cukup hanya dengan reaksi sesaat, melainkan butuh strategi jangka panjang dan keterlibatan semua pihak. Dengan sinergi antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat, praktek-praktek kejahatan pertanahan ini bisa diberantas dari akarnya.