Di tengah meningkatnya minat terhadap pendidikan tambahan di luar sekolah formal, layanan guru privat menjadi solusi populer bagi banyak orang tua. Tak hanya efektif secara waktu, les privat juga dinilai lebih fokus dalam membimbing anak-anak. Namun, permintaan tinggi terhadap guru les justru dimanfaatkan oleh oknum penipu yang menyamar sebagai pengajar profesional, dengan niat utama bukan mendidik, melainkan menipu.
Modus penipuan ini dimulai dengan promosi layanan les privat melalui media sosial, situs iklan baris, atau bahkan selebaran digital. Pelaku mengaku sebagai guru privat berpengalaman, menyebutkan pernah mengajar di sekolah ternama, dan menyertakan testimoni palsu dari “orang tua murid”. Iklan tersebut tampak meyakinkan, dilengkapi dengan daftar mata pelajaran, jenjang pendidikan yang dilayani, serta harga yang terlihat wajar.
Saat orang tua calon murid menghubungi, pelaku merespons dengan sangat sopan dan profesional. Mereka menjelaskan metode pengajaran, jadwal fleksibel, dan kadang-kadang menawarkan sesi “trial” atau uji coba gratis. Semua ini dirancang untuk menumbuhkan rasa percaya. Namun sebelum sesi pertama dimulai, korban diminta melakukan pembayaran terlebih dahulu dengan alasan sebagai uang pendaftaran, pembelian modul, atau untuk mengamankan jadwal les.
Permintaan transfer ini seringkali disamarkan sebagai prosedur standar. Pelaku menyebut bahwa mereka hanya menerima murid yang serius, sehingga pembayaran awal diperlukan agar tidak ada pembatalan sepihak. Dalam beberapa kasus, pelaku bahkan mengirimkan formulir pendaftaran dan invoice palsu yang terlihat profesional, lengkap dengan nomor rekening dan stempel “institusi pendidikan”.
Setelah uang ditransfer, sesi les yang dijanjikan tak pernah dimulai. Guru yang sebelumnya aktif berkomunikasi mulai sulit dihubungi, memberi berbagai alasan seperti sedang sakit, ada urusan keluarga, atau pindah lokasi. Dalam kasus yang lebih parah, pelaku langsung memblokir nomor korban dan menghilang dari semua saluran komunikasi.
Korban baru menyadari telah tertipu setelah beberapa hari menunggu tanpa kejelasan. Sayangnya, karena transaksi dilakukan secara pribadi dan tanpa kontrak resmi, sulit bagi korban untuk menindaklanjuti secara hukum. Penipu juga kerap mengganti nama, nomor, dan akun media sosial, sehingga sulit dilacak.
Penipuan semacam ini mencederai kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan informal. Orang tua yang berniat memberikan pendidikan terbaik justru dirugikan secara finansial dan emosional. Anak yang sudah semangat belajar pun ikut kecewa karena tidak jadi mendapatkan les yang dijanjikan.
Untuk mencegah kejadian serupa, orang tua perlu lebih berhati-hati dalam memilih jasa guru privat. Pilihlah penyedia yang memiliki reputasi baik dan bisa diverifikasi, baik melalui lembaga resmi, testimoni asli, atau rekomendasi dari kenalan terpercaya. Hindari melakukan pembayaran di awal tanpa jaminan yang jelas, apalagi jika komunikasi hanya melalui chat pribadi tanpa tatap muka atau pertemuan langsung.
Waspadai jika pengajar terlalu mendesak untuk segera mentransfer uang atau menyebutkan bahwa tempat terbatas dan harus cepat “diamankan”. Taktik ini sering digunakan penipu untuk menciptakan tekanan emosional dan mendorong korban membuat keputusan tanpa pertimbangan matang.
Selalu minta bukti identitas guru dan, jika perlu, lakukan verifikasi silang terhadap pengalaman yang mereka klaim. Ajukan permintaan sesi uji coba gratis terlebih dahulu sebelum memutuskan pembayaran. Guru privat profesional akan menghargai transparansi dan tidak akan keberatan dengan proses klarifikasi tersebut.
Dalam dunia pendidikan, kepercayaan adalah hal yang sangat penting. Jangan biarkan semangat belajar anak terganggu karena ulah penipu yang menyamar sebagai pendidik. Kewaspadaan, kehati-hatian, dan sedikit riset tambahan bisa menyelamatkan keluarga dari jebakan penipuan yang menyakitkan.