Pangandaran – Integritas proses hukum adalah mutlak. Tindakan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah (‘sumpah palsu’) adalah tindak pidana serius yang diatur tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tindak pidana ini diatur spesifik dalam Pasal 242 KUHP. Setiap orang yang sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, lisan maupun tulisan, diancam pidana penjara maksimal tujuh tahun. Sumpah mencakup janji yang disamakan dengan sumpah di hadapan pejabat berwenang.
Ancaman hukuman meningkat jika kebohongan terjadi dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka. Pelaku dapat dijerat pidana penjara maksimal sembilan tahun (Pasal 242 ayat 2 KUHP). Konsekuensi berat ini menunjukkan perlindungan hukum terhadap kebenaran dan hak pihak berperkara.
Hukum juga menjerat laporan palsu tentang pidana yang tidak terjadi (Pasal 220 KUHP) dengan ancaman maksimal satu tahun empat bulan penjara. Memberi keterangan palsu ke dalam akta otentik juga diatur pidana. Sanksi ini berlaku luas bagi segala bentuk manipulasi fakta yang merusak proses hukum.
Penegakan hukum terhadap pemberi keterangan palsu adalah upaya tegas menjaga marwah peradilan dan menjamin keadilan. Dengan adanya ancaman pidana berat, semua pihak dalam proses hukum, mulai dari penyidikan hingga persidangan, diwajibkan menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran.